Kamis, 08 Oktober 2020

2020

Ilustrasi 2020 : source www.google.com



Oktober 2020, 2 Bulan sebelum tahun berganti.
Tahun ini memberikan banyak kejutan dan banyak pelajaran. Hal-hal baik seperti kesabaran, rasa pasrah pada kehendak yang Kuasa, rasa ikhlas dan syukur serta banyak yang lainnya menjadi begitu penting untuk meliputi hidup kita ditengah-tengah rasa was-was akan hari esok. Banyak impian yang tertunda, harapan yang terpupuskan, kehilangan yang mau tak mau harus diikhlaskan. Tak sedikit penyesuaian yang harus kita jalani, mencoba beradaptasi dengan kehidupan yang sedang tidak baik-baik saja, demi tetap berdayanya diri sebagai manusia yang harus tetap bertahan ditengah situasi ini. 

Tahun ini mungkin juga menjadi satu-satunya tahun yang paling banyak memberikan kita waktu luang untuk merenung, berpikir tentang apa-apa yang ada dibelakang jua didepan kita. Apa yang telah kita miliki terasa lebih nilainya, berkali kali lipat. Apa yang hilang dari kita entah itu kepemilikan terhadap seseorang(meski sejatinya hanya Tuhan yang berhak mengklaim kepemilikan atas apapun) atau kedudukan seperti pekerjaan menjadi sebuah tahapan yang mengandalkan rasa ikhlas dan sabar didalamnya. Ujian keegoisan juga menjadi bagian dalam morat maritnya 2020. Kegoisan terhadap sesama, atau keegoisan terhadap diri sendiri.

Dear aku, atau siapapun yang saat ini sedang tidak baik-baik saja oleh sebab kekacauan dunia yang tak pernah kita duga Impian yang tertunda, jika nanti memang Tuhan telah menuliskannya dalam garis hidup kita, kewajiban kita hanya percaya dan menyerahkan semuanya pada Nya bukan? Jangan terlalu menyalahkan 2020, ia juga adalah skenario Tuhan pada dasarnya. Aku yakin, dari semua kekacauan yang ada di tahun ini, ada hal-hal yang harus kita syukuri.

Dear siapa saja yang merasakan kehilangan di tahun ini, kamu kuat! Tuhan memilihmu menjadi orang yang ditinggalkan, salah satu alasanNya kuyakin karena kamu adalah yang paling kuat untuk menjalani ujian ini diantara orang-orang yang berpulang kepadaNya. Kamu adalah orang pilihan yang meskipun mungkin terlihat lemah dan terluka, kemampuanmu untuk bangkit dan kembali tersenyum tak perlu diragukan lagi karena kamu adalah orang pilihan. Tuhan bersamamu, melihatmu dan usahamu untuk bangkit lalu menyadari diujung ujian ini derajatmu akan diangkat olehNya.

Dear orang-orang yang dalam situasi ini telah kehilangan mata pencaharian atau jabatan sebagai perantara mencari rezeki, aku harap sampai detik ini dihati kalian masih tetap meyakini bahwa Tuhan menjamin rezeki setiap hambaNya di dunia.
Hari ini aku membaca sebuah kalimat yang menenangkan hati “Apa yang sedikit tetapi mencukupi adalah lebih baik daripada banyak tetapi melalaikan”(HR Abu Dawud)

Rapalkan dalam hati kata-kata seperti ini: “Tuhan sedang menyiapkan kejutan lainnya yang akan membawa kebahagiaan dan ketentraman”. 2020 Belum berakhir, ujian masih berlanjut. Kuharap aku dan setiap siapa saja yang sedang berusaha berjuang, bertahan melewati ujian ini, memiliki akhir yang manis dan menjadikan pelajaran berharga atas apa yang telah kita lalui nanti.

“Segalanya akan baik-baik saja pada akhirnya. Jika saat ini belum terasa baik-baik saja maka sederhana, artinya ini bukanlah akhir” -Anonim


Cheers,
Ismi

Kamis, 24 September 2020

Satu hari di Hatyai

 


Wat Hat Yai Nai

16-18 Desember 2018

Penerbangan domestik pertama diluar negeri. Setelah dipikir-pikir, bahkan di Negara sendiri saja, aku belum pernah sekalipun memiliki agenda terbang antar kota. Semalam kami naik bus dari Kawasan Khaosan road menuju Bandara. Perjalanannya cukup lama, sekitar satu jam lebih karena Bandara adalah tujuan terakhir Bus tersebut.

Bandara Don Mueang dipagi hari, bersama sahabatku, travelmateku selama di Thailand, Dewi, yang biasanya kupanggil bebeb. Semalam kami tidur dikursi ruang tunggu dengan AC yang menggebu membuat kami menggigil. Untungnya kain sarung Bali yang kubawa dibackpack, berhasil membantu menghalau suhu rendah diarea kami istirahat.

Area itu lumayan sepi, hanya ada beberapa orang seperti kami, maksudnya juga sedang menunggu penerbangan selanjutnya dan memutuskan tidur di bandara. Tidak terlalu nyaman memang, tidur dikursi dengan penerangan cahaya lampu yang benderang. Mengingat biasanya aku tidur dengan lampu dimatikan. Tapi tenang saja, aku percaya dengan kemampuan adaptasi dan seberapa fleksibelnya diriku yang akan bertahan sesuai situasi dan kondisi saat itu. Aku dan Dewi bergantian tidur agar lebih aman.

Menjelang subuh, kami bergegas menuju mushola bandara untuk sholat subuh, yang untungnya musholanya sangat luas, nyaman dan bersih. Tidak bisa mandi memang di toiletnya tapi setidaknya kami bisa cuci muka dan sikat gigi disana.

Di mushola kami bertemu dengan mba2 yang ternyata adalah orang Indonesia yang sedang kuliah di salah satu universitas di Bangkok. Aku mengobrol sebentar dengan mba2 itu sementara menunggu Dewi selesai sholat.
Beberapa waktu kemudian kami menuju area Domestic departure, dekat dengan area kami tidur semalam. Pengecekan identitas dan tiket berlangsung cepat, mengingat di penerbangan domestik kita tidak perlu mendapat stempel di paspor.
Kami masuk ke deparuture area sekitar 1,5 jam sebelum penerbangan. Alhasil lumayan lama menunggu.
Perut mulai lapar diwaktu sarapan. Untungnya kemarin malam kami menyempatkan mampir ke minimarket dan membeli beberapa snack. Sarapan dengan snack udang cukup untuk mengganjal perut yang mulai keroncongan. Hari itu ramai, semua kursi tunggu telah terpakai, bahkan ada yang tidak mendapatkan kursi buat duduk. Beberapa saat menunggu hingga mulai bosan dengan snack udang yang belum juga habis, akhirnya ada panggilan dari petugas di konter keberangkatan untuk nomor pesawat yang akan membawa kami ke Hatyai.

Keisengan Dewi menghasilkan foto candid diruang tunggu


Yap! Hari itu kami akan melanjutkan perjalanan dari Bangkok menuju Hatyai. Hatyai adalah salah satu kota di Thailand selatan, masuk dalam area Provinsi Songkhla dan dekat dengan perbatasan Malaysia. Jalur ini kami pilih mengingat penerbangan langsung dari Bangkok ke Malaysia jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan penerbangan domestik Bangkok-Hatyai kemudian dilanjutkan dengan jalur darat Hatyai-Malaysia. Lagipula kami juga ingin menjelajahi kota Hatyai yang katanya banyak umat muslim bermukim disana.

Sekitar 40 menit penerbangan aku benar-benar ngantuk dan tertidur pulas bahkan sebelum pesawat take off. Mungkin karena semalam tidurku tidak terlalu pulas. Aku terbangun saat pramugari memberikan secarik kertas imigrasi untuk diisi bagi warga asing yang akan mendarat di Hatyai dan kemudian Dewi menjawil bahuku dari belakang untuk meminjam pulpen. Kami memang tidak duduk bersebelahan di penerbangan kali ini.

Pesawat landing dengan mulus di Bandara Hatyai. Keluar dari pintu kedatangan, kami langsung membeli tiket bus yang ada didepan pintu kedatangan.

 
Bis yang akan membawa kami ke pusat kota

kami turun di pemberhentian yang digaris bawah dengan pulpen

,terdekat dengan Lee garden.

Gerimis turun mendahului sebelum kami sampai ke tujuan. Sedari kami tiba di Hatyai cuaca memang mendung. Beberapa pemberhentian selanjutnya, bus tiba di Lee garden plaza dan kami siap2 turun kemudian langsung menutupi ransel dengan rain cover. Saat kami turun gerimis mulai reda sehingga aku dan Dewi memutuskan tetap berjalan tanpa berteduh terlebih dahulu. Tujuan kami adalah kantor Davis tour&travel untuk membeli tiket bus menuju Kuala lumpur. Kantor travel ini adalah yang paling banyak direkomendasikan berdasarkan review yang sebelumnya aku baca di google.

Selain naik bus menuju Kuala lumpur, ada juga pilihan naik kereta namun jadwalnya kurang fleksibel dan tidak bisa dicocokkan dengan jadwal kami.

Ohya, dalam tulisan kali ini maaf banget aku tidak bisa sekaligus mencantumkan budget dan rincian biaya selama di Hatyai dikarenakan catatan yang kutulis di Note Hp hilang saat berganti Hp tahun lalu.

Beberapa saat berkeliling mencari alamat Davis tour&travel, akhirnya kami menemukannya. Sepanjang perjalanan mencari alamat, gerimis reda dan cuaca perlahan mulai cerah. Kesibukan pusat kota Hatyai beserta aktifitas warga disepanjang jalan menjadi hiburan tersendiri. Benar saja, banyak terlihat perempuan berjilbab lalu lalang.


Suasana kota Hatyai usai gerimis


Usai membeli tiket bus untuk jadwal sekitar jam 19.00, kami menitipkan ransel di kantor Davis dan hanya membawa tas kecil untuk dibawa jalan. Jam menunjukkan kira-kira pukul 10 saat kami keluar dari Davis tour dan mulai mencari transportasi menuju beberapa tempat wisata di Hatyai. Sebelum menemukan transportasi kami putuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu. Kedai makan muslim jadi pilihan kami untuk makan. Di Hatyai mudah untuk menemukan kedai makanan  halal mengingat banyak muslim yang bermukim di Kota ini.

Kantor Davis tour&travel

Kedai makanan halal tempat kami makan


Tujuan pertama kami usai makan adalah Wat Hat Yai Nai. Kami tidak merencanakan sebelumnya tempat wisata yang akan kami kunjungi di Hatyai. Wat Hat Yai Nai menjadi jujukan pertama setelah mencari most visited place di Hatyai via Google. Menuju kesana dengan naik angkutan umum unik serupa pick up yang memiliki tempat duduk berjejer didua tepiannya dan tentu saja ada atapnya. Tarif angkotnya pun aku lupa berapa. Cukup sulit berkomunikasi dengan bahasa Inggris disini, jadi alternatif terbaik adalah menunjukkan foto tempat tujuan kami kepada sopir angkot dengan sedikit bahasa isyarat yang berarti “turunkan kami ditempat ini” hehe

Selagi menulis ini, masih terbayang jelas keseruan naik angkot di Hatyai, berdempetan dengan warga lokal yang mengobrol dengan Bahasa yang tidak kami mengerti yang membuat aku dan Dewi cengar cengir berdua. Sudah memasuki siang hari namun sisa hujan menjadikan cuaca sejuk. Seingatku, tujuan kami adalah destinasi terakhir jadi selama sisa perjalanan, penumpang angkot hanya ada kami berdua. Pak sopir angkotnya terlalu berinisiatif mengantarkan kami hingga kedalam halaman Wat Hat Yai Nai untuk kemudian meminta ongkos lebih atas inisiatifnya sendiri. Ya sudahlah ya, udah terlanjur diantar kedalam.

Di Wat Hat Yai Nai kami tidak terlalu lama, karena merasa takut dengan banyaknya anjing penjaga kuil yang berkeliaran. Di Kuil ini ada patung budha tidur seperti yang ada di Wat Pho Bangkok. Beberapa saat kemudian aku dan Dewi buru-buru keluar dengan hati-hati, menghindari menarik perhatian anjing-anjing yang sedari tadi melihat kearah kami.

Patung Budha tidur di Wat Hat Yai Nai

Salah satu bangunan kuil di Wat Hat Yai Nai

Selfie sebelum pergi dari Wat Hat Yai Nai sembari cemas ada kawanan anjing menghampiri


Sampai dijalan raya, kami kebingungan mencari transportasi kearah destinasi selanjutnya, Hat yai Municipal park. Beberapa angkot yang lewat kami hentikan dan menyodorkan foto Hat yai Municipal park dan mendapatkan respon gelengan kepala serta Bahasa isyarat yang kami artikan sebagai : “kami tidak menuju kesana/ke tempat itu”.

Beberapa saat kemudian satu angkot berhenti dan sopirnya menanyakan tujuan kami yang lalu selanjutnya kami tawar menawar harga untuk menyewa angkot tersebut sampai ke tujuan kami.

Lokasi Hat yai municipal park ini agak diluar wilayah kota sehingga maklum saja jika jarang kami temukan angkot yang menuju kesana. Kalian bisa menemukan angkot yang menuju kesana dengan mudah jika titik keberangkatan adalah disekitar Lee garden. Beda halnya dengan kami yang memang mencari angkotnya didepan jalan raya dekat Wat Hat Ya Nai.

Karena kami menyewa untuk sekali jalan, setelah menurunkan kami didalam area taman angkot tersebut putar balik kearah kami datang tadi.

Hat Yai municipal park adalah sebuah taman yang sangat luas, yang ga bakal bisa dijelajahi dengan berjalan kaki seperti yang kami lakukan. Menurut yang aku baca, dibagian atas taman ini ada kuil Dewi Kuan Im yang bisa dicapai dengan berkendara atau menaiki cable car ke puncak bukit. Keterbatasan waktu menjadi alasan bagi kami untuk tidak melanjutkan kunjungan hingga ke puncak bukit. Berkeliling disekitar taman dan mulai merasa lelah, ditambah pula persediaan air minum di tumbler sudah habis membuat kami memutuskan untuk segera mengakhiri jelajah singkat kami di Hatyai dan Kembali ke Davis tour menunggu hingga jadwal keberangkatan bus tiba.



Sebelum sempat kami mencari gerbang keluar menuju jalan raya, hujan tiba-tiba turun dan mulai deras. Mencari tempat berteduh terdekat selain pepohonan, kami menemukan gedung yang tanpa pikir Panjang kami datangi untuk berteduh.

Ada loket didepan Gedung dan dua orang petugas yang berjaga. Akhirnya sembari menunggu hujan reda dan permisi sama orang di Gedung, aku berpikir untuk sekalian bertanya bagaimana akses menuju puncak bukit taman ini pada petugas yang untungnya bisa berbahasa Inggris dengan jelas. Mereka mengatakan bahwa akan sulit untuk mencapai tempat kereta gantung tanpa kendaraan karena lokasinya agak diatas. Baiklah, memang sepertinya belum bisa berkunjung hingga keatas.

Setelah mendapatkan jawaban, kami minta izin untuk berteduh hingga hujan selesai atau reda dan respon mereka sangat ramah. Dua petugas diloket tadi keluar menuju pintu dan mempersilahkan kami menuggu diruang tamu sampai hujan reda.

Masuk ke dalam Gedung dan melihat dispenser air diruang tamu membuat kami agak ngelunjak minta air karena sumpah haus banget hahaha

Untungnya si mas penjaga loketnya baik banget, mempersilahkan kami minum sepuasnya. Saat kami mengambil air minum, dia pamit ke dalam loket sebentar dan Kembali setalah kami menghabiskan air digelas. Disamping ruang tamu tempat kami duduk, ada kolam renang yang ramai oleh orang yang berenang diiringi alunan music klasik. Setelah diperhatikan lebih seksama, kebanyakan yang berenang disana adalah orang-orang difabel namun dengan wajah yang ceria. Kami baru mengerti setelah dijelaskan oleh mas penjaga loket bahwa Gedung ini adalah tempat healing atau pemulihan untuk orang difabel dan kegiatan berenang diiringi music klasik yang sedang kami saksikan adalah salah satu kegiatan rutin yang mereka laksanakan digedung ini.

Tak berselang lama sejak kami bertiga mengobrol diruang tamu, hujan diluar sudah reda kemudian kami bergegas pamit pada orang-orang baik di Gedung itu yang mengizinkan kami sejenak beristirahat disana. Berjalan kaki beberapa menit hingga tida di jalan raya depan taman, tak berselang lama kami menemukan angkot yang mau berhenti saat kami melambaikan tangan. Alhamdulillahnya, angkot ini memang salah satu pemberhentiannya adalah Lee garden jadi kami ngga harus carter dengan membayar ongkos lebih seperti saat berangkat kesini tadi.

Cuaca mulai panas kembali saat perjalanan Kembali. Ketika itu kira-kira sudah jam 2 siang, kesibukan orang dijalan menjadi hal menarik untuk diamati. Anak-anak berseragam sekolah yang satu dua naik angkot yang kami tumpangi, beberapa gerombolan yang menyebrang jalan menuju pusat perbelanjaan diseberang jalan, kernet wanita yang duduk disebelah sopir(yang kurasa adalah istri si sopir) berteriak khas kernet dengan Bahasa Thailand yang pasti artinya adalah ajakan buat penumpang naik ke angkotnya hehe

Seperti angkot pada umumnya, angkot yang kami tumpangi juga tak jarang mengetem dibeberapa lokasi seperti pasar atau keramaian. Mata mulai mengantuk dan untuk beberapa saat aku tertidur hingga suara koin jatuh membangunkanku dan ternyata itu yang jatuh adalah uang koinku sisa kembalian ongkos angkot yang masih kupegang haha

“Ngantuk kak?” Dewi menyahut dengan cengirannya

“Iya beb”

Selanjutnya kami saling tertawa dan beberapa penumpang ikut tersenyum meski mungkin mereka ngga tau apa yang kami tertawakan, karena kami pun juga ga paham kenapa kami tertawa. Sepertinya menertawakan kebodohanku saat memungut koin sembari berpegangan pada kursi angkot dengan mata merah yang masih ngantuk.

30-40 menit berselang, angkot memasuki wilayah pusat kota dan kami bersiap-siap turun.

Saat turun, sopir angkot memberi arahan bahwa kami hanya perlu berjalan lurus, belok kanan dilampu merah, lurus lagi kemudian akan menemukan Lee garden. Lee garden ini semacam bangunan pusat perbelanjaan gitu kayaknya, karena kami tidak sempat masuk dan hanya menjadikannya acuan terdekat dengan Davis tour. Ujung-ujungnya sih arahan dari si sopir terlupakan dan kami mengandalkan Google maps. Melirik jam di Hp, kami masih punya banyak waktu sebelum jam 7 malam jadwal bus, jadi selagi mencari Lee garden aku sama Dewi beli Thai tea dan lagi-lagi camilannya rujak buah! Penjual buah atau penjual rujak buah dipinggir jalan memang sangat menggoda, jadi inget lagi kan sama rujak buah yang rasanya maknyus yang kami beli dibelakang Wat Arun.

Beb, kalau kamu baca bagian ini aku rasa kamu juga bakalan kebayang rasanya sambel rujak Thailand yang ga ada duanya itu, yang kita beli pas lapar-laparnya setelah berkeliling Wat arun karena ga berhasil nemuin warung berlogo halal. Sumpah aku juga ngiler selagi nulis ini beb hahaha

Sayangnya rujak buah yang kami beli di Hatyai sambalnya tidak seenak yang di Wat arun meskipun kami belinya sama2 dalam kondisi kelaparan.

Beberapa bulan sejak Kembali dari Thailand aku ngiler sambal rujak Thailand dan coba beli online di marketplace, dan rasanya mengecewakan ga sesuai ekspektasi. Nanti kalau Allah mengizinkan aku bisa Kembali datang ke Thailand, semoga tukang rujak itu masih mangkal disana. Wajib beli!

Sore hari menjelang, kami sudah sampai di Davis tour kemudian bergantian jamak sholat dhuhur dan ashar. Disana kami bertemu dan mengobrol dengan dua orang dari Malaysia yang juga menunggu jadwal bus menuju Kuala Lumpur dan kebetulan jadwalnya sama dengan kami. Namanya kak Azmi dan kak Anis, mereka berlibur juga ke Hatyai. Alhamdulillah sampai sekarangpun kami terkadang masih berkomunikasi lewat Instagram. Semakin mendekati jadwal keberangkatan bus, beberapa orang lainnya juga mulai berdatangan ke Davis tour. Ketika menunggu Bebeb sholat aku juga sempat mengobrol dengan mas-mas asal Malaysia yang baru datang berlibur dari Koh Samui, Thailand. Sebut saja Namanya Mas Koh.

Beberapa saat kemudian ada tuk-tuk(angkot) yang menjemput kami untuk menuju tempat parkir bis. Gerimis turun lagi, menghantar kami dalam cuaca dingin. Di dalam tuk-tuk untung saja kami bisa berkomunikasi dengan penumpang lain karena memang selain kami, penumpang yang lain berasal dari Malaysia.

Ada kejadian konyol yang melibatkan Mas Koh Ketika tuk-tuk sampai di tempat bis parkir dan kami mulai menaruh ransel masing-masing kedalam bagasi. Kepalaku kejedot bagian atas bagasi bus cuy! Mas Koh yang ada disebelahku reflek mengelus kepalaku. Mirip dikitlah sama adegan-adegan FTV. Peringatan nih buat cowok-cowok jangan sembarang elus2 kepala cewek apalagi yang belum kenal! Bisa menimbulkan baper tingkat FTV woy!

Eh ayo lanjut ke jalan yang benar. Perjalanan menuju Kuala Lumpur memakan waktu sekitar 9 jam. Bus nya sangat nyaman dengan ruang kaki yang luas, jadi 9 jam perjalanan sepertinya tidak akan terlalu lama apalagi aku berencana untuk tidur selama perjalanan.

Sepertinya satu atau dua jam perjalanan bus berhenti untuk urusan Imigrasi keluar Thailand. Ini penting nih: pas masuk Thailand beberapa hari lalu kita bakalan dikasih arrival card gitu, nah itu ngga oleh dihilangin ya! Gawat kalo hilang karena itu harus diserahkan Kembali ke Imigrasi Thailand saat kita mau keluar Thailand. Kalo hilang gimana? Mungkin akan dikenakan denda yang tidak sedikit dan tentu saja akan diinterogasi dulu.

Sumpah aku senam jantung pas sampai di Imigrasi keluar Thailand dan lihat orang-orang didepanku menyerahkan arrival card tersebut, karena aku ngga inget naruh arrival card punyaku dimana.

Setelah aku ubek-ubek ransel dan slingbag ku dengan cemas, ternyata itu si kertas kedatangan terselip di paspor yang aku pegang! Aman deh..

Sorry beb, pas itu aku juga pasti bikin kamu panik haha

Mata yang semula masih mengantuk langsung melek akibat drama pencarian arrival card.

Selesai mendapat cap keluar Thailand dipaspor, kami masih harus mengantre untuk mendapatkan cap kedatangan di Imigrasi Malaysia.

Pemberhentian selanjutnya setelah 2 Imigrasi adalah rumah makan. Semua penumpang turun untuk makan atau sholat. Aku dan Dewi satu meja makan dengan Kak Azmi dan Kak Anis, melanjutkan mengobrol sembari makan.

Sisa perjalanan kami manfaatkan untuk tidur. Sekitar menjelang subuh bis sampai di terminal TBS Kuala lumpur.

Cerita Hatyai sampai disini. Kuala lumpur mungkin tidak akan kuceritakan lagi karena sudah pernah menulis tentang Kuala lumpur sebelumnya. Terima kasih untuk orang-orang yang ada dalam ingatanku tentang Hatyai, terutama untuk Dewi. Aku menikmati dan mensyukuri setiap kenangan yang kita buat selama perjalan kita Beb. Semoga tulisan singkat ini bisa mengikat kenangan kita lebih lama melampaui ingatan yang mungkin suatu saat akan pudar.

Sulit untuk menemukan teman jalan yang asik dan pas dengan diri kita, bahkan sahabat yang sudah lama bertemanpun belum tentu bisa jadi teman jalan yang seru. Pengecualian untuk Dewi yang kurasa sudah lolos seleksi sahabat yang juga bisa jadi teman jalan yang klop! Aku harap aku juga dianggap teman jalan yang asik bagimu beb, jika belum coba nanti kita mojok bisik2 di whatsapp, sebutkan bagian mana dariku yang kurang asik selama perjalanan hihiii

Aku menantikan waktu di masa depan dimana kita bisa kembali membuat kenangan dalam perjalanan lain beb! Tentu saja aku juga berharap anggota ASR yang lain juga ikut serta dalam perjalanan kita selanjutnya.

 

Cheers,

Ismi.A

Sabtu, 18 April 2020

Bali-Nusa Penida 6 hari budget 1 Jutaan(Part 2, selesai)





14 Januari 2020-Day 4(Pantai Balangan, Pasar Sukowati)

Hari ini jadwal Checkout hostel. Kami rencananya akan pindah cari penginapan di sekitar pantai Sanur karena besok bakalan ke Nusa Penida yang nyebrangnya dari pantai Sanur. Tapi Alhamdulillah ketemu sama Couchsurfer dari Padang yang kerja di Bali, namanya mba Sari. Dihari pertama sampai di Bali mba Sari mengirim pesan via couchsurfing, kemudian bersedia menampung kami berdua dikosannya yang deket Sanur, yihaaa! Mba Sari bisa menemui kami dikosan usai kerja, jam 14.00 WITA, jadi kami punya waktu luang pagi harinya sebelum bertemu. Kami memang tidak punya itinary terjadwal selama di Bali, akhirnya pagi itu juga searching cari lokasi pantai terdekat hostel buat dikunjungi dan terpilihlah Pantai Balangan dan ada satu lagi lupa nama Pantainya, tapi bakal kutaruh juga fotonya dibawah hehe

Pantai Balangan dari atas bukit
Tidak bisa menemukan pintu masuk ke pantainya dimana, tiba2 kita muncul dari atas bukit ini
Pantai selanjutnya, yang aku lupa namanya. Pantainya sepi, hanya ada beberapa turis selain kami yang kebanyakan sedang surfing atau belajar surfing. Ombaknya memang cocok buat surfing.

Sekitar jam 12 kami balik ke hostel buat ambil tas dan checkout kemudian menuju tempat mba Sari.  Setelah bertemu dan istirahat bentar dikosannya, mba Sari ngajak kami ke pasar Sukowati karena kami bilang pengen beli oleh-oleh ditempat yang murah. Saat itu pasar Sukowati sedang tahap renovasi, jadi dipindah sementara di area lapangan gitu. Pasar ini emang beneran murah-murah harga barangnya, terutama kalau kalian pinter nawar. Ngga pake nawarpun harganya udah tergolong murah menurutku, atau karena mungkin pas kita kesana hampir mendekati jam tutup(pasar tutup jam 17.00), kami disana sekitar jam 16.00. Setelah merasa cukup dengan belanjaan dan gak mau terlalu kalap, akhirnya kita balik. Ditengah jalan, pas liat matahari hampir terbenam, mba Sari nawarin kita apakah mau mampir ke pantai Kuta dan dengan senang hati aku sama Syifa mengiyakan!
Tapi karena kita terjebak macet saat mulai memasuki area Kuta, akhirnya ngga sempat liat matahari terbenam, pas nyampe pantai udah mulai gelap. Sebelum balik kosan, mampir dulu ke Kuta Beachwalk shoping center, buat sholat.


Matahari(telah) terbenam di Pantai Kuta, telat );

Rooftop di Beachwalk Kuta

Pengeluaran Day 4
Teh Poci Rp 6000
Parkir pantai Rp 4000
Beli tahu di Pantai Rp 7000
Air mineral Rp 4500
Bensin Rp 15.000(bagi 2 jadi @Rp 7500)
Total pengeluaran Day 4= Rp 29.000
Note: pengeluaran untuk oleh2 ga aku cantumin ya, karena tiap orang pasti beda2 nentuin budget buat oleh2

15 Januari 2020- Day 5(Nusa penida: Angel billabong, Broken beach,Kelingking beach, Diamond Beach)

Bisa dibilang yang paling berkesan dalam rangkaian jalan-jalan ke Bali setelah tari kecak adalah Nusa Penida! Banyak hal seru dan gokil dalam one day trip ke pulau yang masuk kawasan Kabupaten Klungkung ini. Berada disebelah tenggara Bali, menuju kesini kita harus nyebrang dengan fast boat selama kurang lebih 40 menit.  Pas kesana, aku nyebrangnya dari Pantai Sanur. Tiket fast boat one way Rp 75.000. Karena hanya one day trip jadi aku ambil jadwal kapal paling awal yaitu jam 08.30, dan jadwal kembali ke pantai Sanur jam 17.00 WITA. Mba Sari sama Syifa nganter sampai pantai, kita berangkat pagi2 dari kosan karena niat liat sunrise dulu. Ah iya, Syifa gak jadi ikut ke Nusa Penida karena satu dan lain hal. Jadi hari ini aku berangkat bareng anak Backpacker Nusantara yang kukenal di grup. Yanuar dari Bandung, dan Dafid dari Malang.  Kita janjian ketemu diloket tiket fast boat, konyolnya, mereka salah masuk pantai dan baru sadar setelah petugas kapal meminta berkumpul untuk mulai naik  ke kapal. Mereka kemudian datang beberapa menit sebelum kapal berangkat sambil lari2 haha!


Mba Sari(kanan) dan Syifa yang nganterin ke Pantai Sanur


Di Pantai Sanur tidak ada pelabuhan untuk bersandar, jadi naik kapalnya harus lewat air gini :)
Pelabuhan Buyuk di Nusa Penida. Tenang, pelabuhannya ada dermaga jadi tinggal loncat dermaga, gaperlu lewat air kayak di  Pantai Sanur tadi

Tiba di Nusa Penida, kita sudah ditunggu orang rental yang sebelumnya sudah kuhubungi melalui kenalanku, Bli Komang, buat sewa sepeda motor. Ohya, tiket kapal aku juga booking nya lewat Bli Komang, lebih murah daripada beli on the spot di loket tiket. Kalau mau kontak Bli Komang bisa Dm atau Email aku ya! Btw di Nusa Penida Kita sewa 2 sepeda motor untuk satu hari.
Destinasi kami letaknya agak berjauhan, bersebrangan lebih tepatnya. Jadi kami memutuskan untuk mendatangi destinasi paling jauh lebih dulu, yaitu Broken beach sama Angel Billabong yang berdekatan. Dari pelabuhan menuju kesana butuh waktu sekitar 1 jam an dengan jalan yang berbelok, menanjak dan lumayan curam dibeberapa titik. Sempat tertahan beberapa saat Karena macet oleh sebab ada acara adat yang sedang berlangsung di Pura dekat Pelabuhan.
Jalanan masih beraspal dengan baik sebelum mencapai destinasi pertama, namun hati2 saat udah masuk kawasan  wisatanya, jalannya masih berbatu, belum diaspal.


Angel Billabong dan Broken beach
Adalah sebuah pool spot yang terlindung diantara batuan atau tebing pantai. Di spot itu ada air tertampung seperti kolam buatan, tapi yang ini terbentuk secara alami, dengan air yang(tidak terlalu) jernih. Di foto yang pernah kulihat sebelum kesini sih airnya jernih, tapi saat tiba dilokasi, mungkin karena banyak pengunjung yang turun untuk berenang, airnnya jadi gak sejernih difoto yang pernah kulihat. Masuk ke kawasan wisata ini hanya dikenakan karcis parkir Rp 5000. Satu kawasan dengan angel billabong, broken beach hanya terletak beberapa meter dan bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Jangan lupa bawa air yang banyak karena siang hari disana sungguh amat sangat panas! Kacamata dan topi juga sangat membantu menghalau terik.


foto referensi dari google
Reality XD


Broken Beach

Kelingking Beach
Main spot! Yang paling superb diantara destinasi di Nusa Penida(menurutku). Batuan pantai yang terbentuk menyerupai Tyrex si Dinasourus! Usai dari Broken beach kita otw Kelingking Beach. Dari Broken beach ke Kelingking Beach butuh waktu sekitar 40 menit. Masuk kesini juga hanya dikenakan biaya parkir. Pengunjung bisa turun kebawah, area pantainya, tapi track nya panjang dan curam ke bawah. Karena kami menghemat waktu, jadi sengaja tidak turun ke bawah yang akan membutuhkan waktu lama.


Kalau kalian zoom fotonya, bakalan kelihatan track menuju pantai dibawah sana melalui punggung bebatuan



Diamond Beach
Drama dimulai ketika kami dalam perjalanan menuju destinasi terakhir hari ini, Diamond Beach. Jarak dari Kelingking Beach menuju Diamond kurang lebih 1 jam, dan kita berburu dengan waktu untuk jadwal kembali kapal ke Sanur jam 5 sore. Setelah menempuh ¾ perjalanan, di kawasan yang jauh dari pemukiman penduduk, sialnya salah satu ban motor kami pecah! Bengkel terdekat sedang tutup, dan jarak ke bengkel lain sekitar beberapa kilometer kearah Kelingking beach. Orang rental tidak bisa menyusul untuk mengganti sepeda motor dengan yang baru karena jaraknya emang jauh, mungkin butuh waktu 2 jam an. Tambahan lagi, waktu kita tidak banyak.
Karena harus berpikir cepat membuat keputusan, akhirnya atas saran orang rental, motor kami titipkan ditempat terdekat. Titip ke restoran 100 meter dibelakang. Sementara Yanuar dan Dafid mendorong motor kesana, aku bertugas nungguin motor yang satunya.
Akhirnya kami memutuskan estafet jalan dengan satu motor. Saling jemput. Dua orang naik, satu ditinggal sambil berusaha jalan kaki sejauhnya, lalu dijemput kembali, gantian. Begitu seterusnya hingga sampai ke Diamond Beach yang mungkin masih berjarak beberapa KM. Tak ada kendaraan lain yang lewat yang bisa kami tebengi karena emang kawasan sepi, kanan kiri hanya pepohonan atau sawah, rumah pendudukpun jarang. Diamond beach emang yang paling sepi dan jarang didatangi banyak orang seperti destinasi sebelumnya karena lokasinya yang paling jauh.
Ah sayangnya lupa mendokumentasikan saat berjalan kaki, udah terlanjur capek dan males buka kamera HP. Ada kalanya motor yang tersisa kami biarkan hanya dinaiki satu orang dijalanan yang menanjak atau curam, takut menyusul juga bannya bocor. Gak mau ambil resiko jalan kaki sampai pelabuhan.

Setelah estafet dan jalan kira-kira hampir sejam, finally sampai di Diamond Beach!


Lagi-lagi kita gak turun ke area pantainya, waktunya udah mepet hehe

Temi, dengan latar Diamond beach
cheers..gosong
Sesampainya di Diamond beach aku berusaha mengobrol dengan beberapa sopir travel yang sedang mengantar tamu dan menunggu tamu mereka selesai foto2. Ada yang menawarkan jasa tebengannya dengan biaya Rp 200.000 atau Rp 150.000. Oh astaga mahal sekali hahaha
Kupikir kalau itu opsi terakhir gak papalah daripada estafet lagi dan ketinggalan kapal.
Namun, beruntung, selanjutnya aku mencari sopir lain untuk diajak ngobrol. Namanya pak Nyoman, dan bapak ini sama sekali gak meminta ongkos saat kubilang apakah boleh menumpang sampai pelabuhan. Pak Nyoman bawa 2 tamu dan setelah meminta izin dari tamunya, beliau membolehkan aku numpang mobil mereka tanpa biaya! Orang baik dimana mana J  Terima kasih pak  Nyoman! Kalian yang mau kontaknya pak Nyoman bisa DM aku ya. Beliau penduduk asli Nusa Penida. Diperjalanan pulang kami banyak mengobrol, dan Pak Nyoman adalah teman bincang yang asik.
Sayangnya lupa foto sama beliau karena saat sampai di pelabuhan kami buru2 menuju tempat kumpul untuk penyebrangan pulang.  Sampai di Pelabuhan Buyuk, untungnya belum telat, masih ada waktu setengah jam an sebelum jam 5. Btw tidak ada Musholla di pelabuhan, kalian bisa numpang sholat di warung atau dimana aja.


Selfie sebelum penyebrangan kembali ke Pantai Sanur. Daffid, Aku, Yanuar. See you Guys!

Pengeluaran Day 5
Beli roti buat sarapan Rp 17.000
Tiket fast boat pp Rp 150.000
Rental motor di Nusa Penida Rp 50.000
Perpanjang rental motor di Sanur Rp 45.000
Pop Mie Rp 10.000
Toilet Rp 10.000
Tiket parkir Rp 10.000
Bensin Rp 5000
Total pengeluaran Day 5 Rp 297.000

16 Januari 2020- Day 6 (Kembali ke Probolinggo)
Hari ke 6 di Bali rencananya kugunakan buat ketemu sama teman dan kenalan yang ada di Bali buat silaturahmi tapi karena ada beberapa hal di rumah yang harus segera kuurus akhirnya aku memutuskan pulang di hari ke 6, bareng sama Syifa yang hari itu juga akan pulang ke Cirebon.  In sya Allah lain waktu ingin menyempatkan ke Bali lagi jika ada kesempatan  serta usai pandemik ini mereda, dan mari bertemu! Terima kasih buat orang2 baik dan seru yang kutemui di perjalanan.

Pengeluaran Day 6
Grab ke terminal Ubung Rp 13.000
Kereta ke Probolinggo Rp 36.500
Kapal ke Pelabuhan Ketapang Rp 6500
Beli minum Rp 6000
Total Day 6 Rp 62.000

Total Keseluruhan selama 6 hari : Rp 1.001.076

Kalau ada yang mau ditanyakan atau perlu kontak akomodasi selama di Bali, bisa DM ke instagramku ya @ismiasiseh atau emai: isme.azizah@gmail.com

Kamis, 16 April 2020

6 Hari backapacking ke Bali+ rincian biaya (part 1)




Hai! Gimana kabar body di hari kesekian Stay at home guys? Masih ramping atau udah offside kemana mana terutama pipi dan perut? Hehe

Rindu rasanya naik tranportasi antar Kota atau antar Negara. Tubuh boleh saja rebahan  mulu, tapi pikiran rasanya udah menyusun banyak list tempat buat dikunjungi seusai musibah global ini. Karena banyak waktu luang dan mulai jengah menyimak drama korea dilayar HP, here we go, kuizinkan otak dan tanganku lebih produktif untuk menulis di Blog yang udah lama abstain.

BALI! Yass! Maaf banget buat yang pernah nunggu rincian budget dan cerita backpacking ke Bali Januari lalu, baru bisa kutulis sekarang. Semoga bisa jadi referensi liburan kalian setelah Covid-19 mereda dan aman untuk kembali melancong.

11 Januari 2020 – Day 1(Probolinggo-Bali)

Berangkat dari rumah, Probolinggo.  Fajar belum muncul ketika kapal pertama membawa sejumlah penumpang yang bahkan tak bisa kulihat wajahnya satu persatu dengan jelas dalam gelapnya ba’da subuh. Bulan masih benderang diujung barat, bergegas beringsut sebelum tugasnya usai, pergantian shift, pikirku. Sangat jarang aku melihat suasana ba’da subuh diluar. Belum sejam sejak mesin menderu, Pelabuhan Tanjung Tembaga mulai terlihat jelas, Java Power terlihat kokoh dengan latar fajar merah diufuk timur sana. Yihaaa, lets start the journey!

Subuh di Pelabuhan Gili Ketapang, Probolinggo

Dari Kota Probolinggo , kereta Probowangi  membawaku menuju Banyuwangi, dengan tujuan stasiun terakhir diantara batas Provinsi, Stasiun Ketapang. Harganya murah, hanya 36.500(29rb harga tiket, dan 7.5rb untuk admin tiket.com) dengan rentang perjalanan sekitar 5 jam. Berangkat jam 06.44 WIB, kereta tepat waktu sampai di stasiun Ketapang jam 11.45 WIB. Sepanjang perjalanan yang kuniatkan untuk tidur disetengah perjalanan batal karena percakapan dengan orang2 baru yang duduk disamping dan depan kursiku lebih menarik untuk kusimak dan kutanggapi.

Backpack usang yang udah bertahun-tahun ikutan jalan kemana aja

Siang hari di Stasiun Ketapang, kusempatkan sejenak mampir ke Musholla stasiun sebelum melanjutkan jalan kaki menuju pelabuhan Ketapang. Jarak stasiun dan Pelabuhan sangat dekat, yah mungkin sekitar 50 meter, jadi kalian bisa jalan kaki atau bisa juga menerima tawaran dari abang tukang becak. Keluar dari pintu stasiun, berjalan luruslah sekitar 20 meter, kemudian kalian bisa menyebrang jalan Karena pelabuhan ada di sisi yang bersebrangan. Setelah menyebrang, jalan lurus sampai kalian menemukan tulisan pelabuhan Ketapang disebelah kiri. Ah iya, menyebrang tidak bisa pakai cash, kalian harus punya e-money. Kalian bisa memakai kartu indomaret e-money jika punya karena aku pakai itu yang sebelumnya kuisi saldo via m-banking. Bisa beli on the spot di Pelabuhan jika kalian tidak punya e-money card.

Loket e-money sebelum pintu masuk khusus pejalan kaki
E-money Indomaret yang bisa kalian pakai untuk beli tiket

Lorong sebelum loket tiket


Tiket penyebrangan menuju Pelabuhan GIlimanuk Bali seharga 6500. Dari Pelabuhan Gilimanuk menuju Denpasar menggunakan bis antar kota seharga 40.000. Banyak calo! Hati2 jangan terlihat bego ketika keluar dari Pelabuhan hehe
Sebelum keluar dari kapal, aku ngikut rombongan satu keluarga yang juga jalan kaki dan akan naik bus menuju Denpasar, biar aman nggak jadi mangsa calo. Bis kecil yang melaju sedang itu kemudian mulai berjalan setelah sekitar setengah jam menunggu penumpang didalam penuh. Butuh waktu sekitar 5 jam untuk sampai ke Denpasar. Perjalanan yang cukup melelahkan mengingat jalannya yang cukup banyak belokannya dan angin yang masuk sesuka hati lewat jendela dan pintu yang terbuka lebar. Hari pertama aku bakalan ketemu salah satu sahabatku semasa kuliah, Kokom. Numpang nginep sih aslinya, modus. Kom peace ya wk! Turun di terminal Ubung, karena Kokom ga bisa jemput, akhirnya dipesenin grab sama nih anak menuju kontrakannya di Denpasar selatan. Uwuuu baiknya ancen.

Loket tiket

Cuaca mendung dalam perjalanan menuju Bali
Gilimanuk harbour gate

Terminal Bus Gilimanuk

Bus kecil yang kutumpangi menuju terminal Ubung

Total pengeluaran Day 1
Kapal dari rumah ke Probolinggo Rp 7.000
Becak dari Pelabuhan ke Stasiun Probolinggo Rp 12.000
Sarapan di Stasiun Rp 15.000
Tiket kereta Prob-Bwi  Rp 36.500
Makan siang soto rujak+es jeruk Rp 14.000
Kapal ke Gilimanuk Rp 6.500
Bis ke terminal Ubung Rp 40.000
Antimo+tolak angin Rp 7000
Total Day 1 Rp 138.000

12 Januari 2020 – Day 2(Monumen Bajra Shandi, Plasa Renon Mall, Pura Uluwatu;tari kecak)

Kenalin, Sahabatku, Kokom si model dadakan :)
Mau foto ala2 model, tapi kamera dan fotografernya kurang proper hmmm
Hari Minggu mager. Hari ini belum ada rencana mengunjungi tempat tertentu. Hanya saja sore nanti aku rencananya bakalan pindah ke penginapan yang sudah kupesan di daerah Uluwatu karena hanya menginap semalam ditempat Kokom. Setelah menimbang beberapa opsi tempat buat jalan hari ini selagi nunggu sore, akhirnya aku sama kokom memutuskan untuk mengunjungi Monument Bajra Shandi. Tidak ada tiket masuk untuk ke monument ini, hanya saja ada area tertentu yang kamu harus bayar buat masuk. Ya kalian pasti taulah aku lebih milih yang gratis aja hehe. Hari ini emang sengaja gak ada tujuan jelas, hanya berusaha menghabiskan waktu santai aja sama Kokom karena udah lama gak ketemu. Btw, Monument Bajra Shandi ini adalah sebuah monument yang ada ditengah taman besar, eh luas, yang kata Kokom sering dipake tempat konser dan ramai saat hari Minggu, CFD. Tapi berhubung kita kesana jam 10 an jadi sudah mulai lumayan sepi.

Monumen Bajra Shandi

Beberapa sudut di Monumen Bajra Shandi

Coba sekali lagi, tetep fail fotonya ehehe

Masuk ke dalam area monumen dikenakan biaya, jadi cukup bagi kami melihat dari depan, gratis! wk



Menghabiskan waktu jalan kaki kesana kemari di taman dan mulai bosen, akhirnya kita ke Mall, biar tau gitu Mall di Bali kek gimana. Kata Kokom lagi, Mall di Bali ga boleh lebih dari 2 lantai atau gak boleh lebih tinggi dari rumah ibadah. Wih keren! Jadi makin penasaran ke Mall buat makan #lah emang dasar lagi laper sih. Setelah menunggu gerimis reda, kita jalan kaki dari Monumen Bajra Shandi menuju Plaza Renon mall yang hanya berjarak sekitar 1Km.

Usai dari Plaza renon kita kembali ke kontrakan, siap-siap menuju Uluwatu. Sebelumnya aku udah sewa sepeda motor untuk menuju Uluwatu karena kurang paham dengan transportasi public kesana. Grab pun mahal, jadi kuputuskan sewa sepeda motor dari kontrakan Kokom. Aku sewa untuk 3 hari dan rentalnya bersedia mengantar motornya ke kontrakan Kokom. Oke, setelah pamitan ke Kokom dan Bibinya di Kontrakan, mulai buka google maps untuk sampai ke Penginapan.
Ah iya, aku belum sebutin, aku nginep di Jolie hostel Bali. Janjian sama temen baru dari Cibubur yang kita kenalan dari Couchsurfing, namanya Syifa. Halo Syif! Well dari Ubung, tempat Kokom ke Jl.Uluwatu membutuhkan waktu sekitar 40 menit. Syifa udah beberapa hari di Bali dan udah ada di Jolie hostel dari kemarin.

Rooftop Plaza Renon
Ittadakimas! ditraktir Kokom ehe

Sore hari, ketemu Syifa, tercetus ide dadakan buat nonton tari kecak di Pura Uluwatu. Agak mepet sih emang, tapi akhirnya kita berangkat dengan sedikit ngebut dan nekat. Pertunjukan biasanya dimulai jam 17.00 WITA setiap harinya. Kita sampai di Pura Uluwatu sekitar jam 16.45 WITA. Sayang sekali tidak sempat menikmati view cantik debur ombak besar membentur tebing tinggi yang diatasanya adalah Pura, karena sesampai disana kami langsung lari-lari menuju venue tari kecak, dan eh, membeli tiket sebelumnya dengan sedikit drama. Jadi karena kita lari-lari, sampai dengan terengah, diloket tiket merasa sedih setelah denger harga tiket dari Bli yang bertugas, yang diluar ekspektasi kami.  Budget kami untuk nonton tari kecak adalah Rp 100.000, ternyata diluar dugaan(mungkin udah naik), tiketnya Rp 150.000 tertera dilembaran tiketnya haha. Setelah diskusi beberapa saat bersama Syifa apakah akan lanjut nonton atau ngga, dan kita dengan berat hati berniat merelakan show tari kecak karena melebihi budget, tiba2 ada aja cara Tuhan bantu kami buat bisa tetap nonton tari kecak sesuai budget didompet hehehe(ssttt  caranya rahasia, gabisa kuceritain disini, tanya by dm atau email aja lah nanti XD)

Jangan percaya dengan jepretan kamera, melihat langsung jauh lebih indah daripada foto ini, Suer!

Nonton tari kecak adalah termasuk main destination yang kurencanakan sebelum ke Bali. Terutama nontonnya di Pura Uluwatu, salah satu tempat terbaik dengan latar venue yaitu lautan luas biru pekat yang menghampar dibawah sana, dan background matahari sore hendak berganti malam berwarna jingga. Biru awan berselimut jingga. Rp 100.000 sungguh tak sebanding dengan perasaan amazed nya ketika tari kecak dimulai dan Senja mulai menggelap diatas sana, ombak mulai lebih keras berdebur dibawah tebing tinggi yang menjadi tribun penonton. Aku bisa katakan, ini adalah salah satu momen terbaik diantara seluruh momen backpackingku! Sungguh, satu jam terlalu singkat. Saranku, jika kalian berencana menonton tari kecak di Pura Uluwatu, datanglah lebih awal sebelum pertunjukan dimulai. Karena lokasi Pura ini bener-bener cantik! Pemandangan luar biasa yang harus kamu nikmati sebelum ditutup dengan penampilan tari kecak. Eh hati2 dengan barang bawaan, banyak monyet berkeliaran, yang suka jahil ngambilin barang2 pengunjung.
Sepulang dari Pura Uluwatu, macet mengular oleh karena kendaraan yang keluar dari Pura usai tari kecak usai. Kami mampir di warung makan muslim di jalan menuju Hostel. Hari ini melelahkan namun seru!
Gorgeous!
Syifa dan dua lakon tari kecak yang(kurang) sadar kamera kami XD
Spectacular!
Warna langit berubah perlahan, dan prosesnya terlalu cantik!

Total pengeluaran Day 2
Grab ke Monumen Bajra Shandi Rp 36.000
Grab ke kontrakan Kokom 37.000
Sewa motor 3 hari Rp 90.000(bagi 2 sama Syifa, @Rp 45.000)
Tiket masuk Pura Uluwatu Rp 30.000
Tiket show tari kecak Rp 100.000
Makan malam Rp 5.000
Jolie hostel 3hari 2 malam Rp 148.576
Total Day 2 Rp 401.576


Hujan sejak dini hari hingga pagi. Sampai jam 9 pun aku dan Syifa masih rebahan dikasur masing-masing, belum pula sarapan. Setelah menggenapkan niat untuk bangun dan menentukan destinasi hari ini akhirnya Syifa keluar ke warung dekat hostel untuk membeli sarapan(mie instan tentunya haha). Diluar masih gerimis, Syifa memutuskan berjalan kaki, membawa payungku. Kurang beruntung bagi Syifa, diluar, sebelum sampai warung, dia dicegatanjing tetangga yang menggonggong berkelompok hingga aku harus menjemputnya dengan sepeda motor. Di hostel ada dapur yang bisadipakai,  jadi bisa masak mie disana.

Mie kuah, tempe goreng, kopi dan hujan yang mulai undur diri

Hari ini kita akan ke Tanah lot, setelah cuaca cerah tentunya. Tanah lot cukup jauh lokasinya dari tempat kami menginap, sekitar 1.5-2 jam dengan sepeda motor. Sudah termasuk beberapa kali  salah jalan karena terlalu patuh sama google maps. Ohya, tadi malam kami sempat jalan-jalan ke Sidewalk jimbaran mall dan hanya melihat-lihat karena tak ada minat membeli. Mallnya lumayan sepi.
Sekitar jam 10 lebih on the way tanah lot setelah cuaca cerah. Sampai disana tengah hari. Sayangnya laut sedang pasang jadi gabisa nyebrang kepulau kecil ikonik yang ada di tengah laut itu.

Tidaq bisa kesanaaa, air pasang




Pengeluaran Day 3
Bensin Rp 20.000(Bagi 2 sama Syifa, jadi @Rp 10.000)
Sarapan Mie dan tempe Rp 10.000
Tiket masuk Tanah Lot+parker Rp 21.500
Makan siang(sate gulai) Rp 20.000
Makan malam Rp 10.000
Parkir mall Rp 2000
Total Day 3 Rp 73.500

Bersambung ke postingan selanjutnya yaaaa