Kamis, 24 September 2020

Satu hari di Hatyai

 


Wat Hat Yai Nai

16-18 Desember 2018

Penerbangan domestik pertama diluar negeri. Setelah dipikir-pikir, bahkan di Negara sendiri saja, aku belum pernah sekalipun memiliki agenda terbang antar kota. Semalam kami naik bus dari Kawasan Khaosan road menuju Bandara. Perjalanannya cukup lama, sekitar satu jam lebih karena Bandara adalah tujuan terakhir Bus tersebut.

Bandara Don Mueang dipagi hari, bersama sahabatku, travelmateku selama di Thailand, Dewi, yang biasanya kupanggil bebeb. Semalam kami tidur dikursi ruang tunggu dengan AC yang menggebu membuat kami menggigil. Untungnya kain sarung Bali yang kubawa dibackpack, berhasil membantu menghalau suhu rendah diarea kami istirahat.

Area itu lumayan sepi, hanya ada beberapa orang seperti kami, maksudnya juga sedang menunggu penerbangan selanjutnya dan memutuskan tidur di bandara. Tidak terlalu nyaman memang, tidur dikursi dengan penerangan cahaya lampu yang benderang. Mengingat biasanya aku tidur dengan lampu dimatikan. Tapi tenang saja, aku percaya dengan kemampuan adaptasi dan seberapa fleksibelnya diriku yang akan bertahan sesuai situasi dan kondisi saat itu. Aku dan Dewi bergantian tidur agar lebih aman.

Menjelang subuh, kami bergegas menuju mushola bandara untuk sholat subuh, yang untungnya musholanya sangat luas, nyaman dan bersih. Tidak bisa mandi memang di toiletnya tapi setidaknya kami bisa cuci muka dan sikat gigi disana.

Di mushola kami bertemu dengan mba2 yang ternyata adalah orang Indonesia yang sedang kuliah di salah satu universitas di Bangkok. Aku mengobrol sebentar dengan mba2 itu sementara menunggu Dewi selesai sholat.
Beberapa waktu kemudian kami menuju area Domestic departure, dekat dengan area kami tidur semalam. Pengecekan identitas dan tiket berlangsung cepat, mengingat di penerbangan domestik kita tidak perlu mendapat stempel di paspor.
Kami masuk ke deparuture area sekitar 1,5 jam sebelum penerbangan. Alhasil lumayan lama menunggu.
Perut mulai lapar diwaktu sarapan. Untungnya kemarin malam kami menyempatkan mampir ke minimarket dan membeli beberapa snack. Sarapan dengan snack udang cukup untuk mengganjal perut yang mulai keroncongan. Hari itu ramai, semua kursi tunggu telah terpakai, bahkan ada yang tidak mendapatkan kursi buat duduk. Beberapa saat menunggu hingga mulai bosan dengan snack udang yang belum juga habis, akhirnya ada panggilan dari petugas di konter keberangkatan untuk nomor pesawat yang akan membawa kami ke Hatyai.

Keisengan Dewi menghasilkan foto candid diruang tunggu


Yap! Hari itu kami akan melanjutkan perjalanan dari Bangkok menuju Hatyai. Hatyai adalah salah satu kota di Thailand selatan, masuk dalam area Provinsi Songkhla dan dekat dengan perbatasan Malaysia. Jalur ini kami pilih mengingat penerbangan langsung dari Bangkok ke Malaysia jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan penerbangan domestik Bangkok-Hatyai kemudian dilanjutkan dengan jalur darat Hatyai-Malaysia. Lagipula kami juga ingin menjelajahi kota Hatyai yang katanya banyak umat muslim bermukim disana.

Sekitar 40 menit penerbangan aku benar-benar ngantuk dan tertidur pulas bahkan sebelum pesawat take off. Mungkin karena semalam tidurku tidak terlalu pulas. Aku terbangun saat pramugari memberikan secarik kertas imigrasi untuk diisi bagi warga asing yang akan mendarat di Hatyai dan kemudian Dewi menjawil bahuku dari belakang untuk meminjam pulpen. Kami memang tidak duduk bersebelahan di penerbangan kali ini.

Pesawat landing dengan mulus di Bandara Hatyai. Keluar dari pintu kedatangan, kami langsung membeli tiket bus yang ada didepan pintu kedatangan.

 
Bis yang akan membawa kami ke pusat kota

kami turun di pemberhentian yang digaris bawah dengan pulpen

,terdekat dengan Lee garden.

Gerimis turun mendahului sebelum kami sampai ke tujuan. Sedari kami tiba di Hatyai cuaca memang mendung. Beberapa pemberhentian selanjutnya, bus tiba di Lee garden plaza dan kami siap2 turun kemudian langsung menutupi ransel dengan rain cover. Saat kami turun gerimis mulai reda sehingga aku dan Dewi memutuskan tetap berjalan tanpa berteduh terlebih dahulu. Tujuan kami adalah kantor Davis tour&travel untuk membeli tiket bus menuju Kuala lumpur. Kantor travel ini adalah yang paling banyak direkomendasikan berdasarkan review yang sebelumnya aku baca di google.

Selain naik bus menuju Kuala lumpur, ada juga pilihan naik kereta namun jadwalnya kurang fleksibel dan tidak bisa dicocokkan dengan jadwal kami.

Ohya, dalam tulisan kali ini maaf banget aku tidak bisa sekaligus mencantumkan budget dan rincian biaya selama di Hatyai dikarenakan catatan yang kutulis di Note Hp hilang saat berganti Hp tahun lalu.

Beberapa saat berkeliling mencari alamat Davis tour&travel, akhirnya kami menemukannya. Sepanjang perjalanan mencari alamat, gerimis reda dan cuaca perlahan mulai cerah. Kesibukan pusat kota Hatyai beserta aktifitas warga disepanjang jalan menjadi hiburan tersendiri. Benar saja, banyak terlihat perempuan berjilbab lalu lalang.


Suasana kota Hatyai usai gerimis


Usai membeli tiket bus untuk jadwal sekitar jam 19.00, kami menitipkan ransel di kantor Davis dan hanya membawa tas kecil untuk dibawa jalan. Jam menunjukkan kira-kira pukul 10 saat kami keluar dari Davis tour dan mulai mencari transportasi menuju beberapa tempat wisata di Hatyai. Sebelum menemukan transportasi kami putuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu. Kedai makan muslim jadi pilihan kami untuk makan. Di Hatyai mudah untuk menemukan kedai makanan  halal mengingat banyak muslim yang bermukim di Kota ini.

Kantor Davis tour&travel

Kedai makanan halal tempat kami makan


Tujuan pertama kami usai makan adalah Wat Hat Yai Nai. Kami tidak merencanakan sebelumnya tempat wisata yang akan kami kunjungi di Hatyai. Wat Hat Yai Nai menjadi jujukan pertama setelah mencari most visited place di Hatyai via Google. Menuju kesana dengan naik angkutan umum unik serupa pick up yang memiliki tempat duduk berjejer didua tepiannya dan tentu saja ada atapnya. Tarif angkotnya pun aku lupa berapa. Cukup sulit berkomunikasi dengan bahasa Inggris disini, jadi alternatif terbaik adalah menunjukkan foto tempat tujuan kami kepada sopir angkot dengan sedikit bahasa isyarat yang berarti “turunkan kami ditempat ini” hehe

Selagi menulis ini, masih terbayang jelas keseruan naik angkot di Hatyai, berdempetan dengan warga lokal yang mengobrol dengan Bahasa yang tidak kami mengerti yang membuat aku dan Dewi cengar cengir berdua. Sudah memasuki siang hari namun sisa hujan menjadikan cuaca sejuk. Seingatku, tujuan kami adalah destinasi terakhir jadi selama sisa perjalanan, penumpang angkot hanya ada kami berdua. Pak sopir angkotnya terlalu berinisiatif mengantarkan kami hingga kedalam halaman Wat Hat Yai Nai untuk kemudian meminta ongkos lebih atas inisiatifnya sendiri. Ya sudahlah ya, udah terlanjur diantar kedalam.

Di Wat Hat Yai Nai kami tidak terlalu lama, karena merasa takut dengan banyaknya anjing penjaga kuil yang berkeliaran. Di Kuil ini ada patung budha tidur seperti yang ada di Wat Pho Bangkok. Beberapa saat kemudian aku dan Dewi buru-buru keluar dengan hati-hati, menghindari menarik perhatian anjing-anjing yang sedari tadi melihat kearah kami.

Patung Budha tidur di Wat Hat Yai Nai

Salah satu bangunan kuil di Wat Hat Yai Nai

Selfie sebelum pergi dari Wat Hat Yai Nai sembari cemas ada kawanan anjing menghampiri


Sampai dijalan raya, kami kebingungan mencari transportasi kearah destinasi selanjutnya, Hat yai Municipal park. Beberapa angkot yang lewat kami hentikan dan menyodorkan foto Hat yai Municipal park dan mendapatkan respon gelengan kepala serta Bahasa isyarat yang kami artikan sebagai : “kami tidak menuju kesana/ke tempat itu”.

Beberapa saat kemudian satu angkot berhenti dan sopirnya menanyakan tujuan kami yang lalu selanjutnya kami tawar menawar harga untuk menyewa angkot tersebut sampai ke tujuan kami.

Lokasi Hat yai municipal park ini agak diluar wilayah kota sehingga maklum saja jika jarang kami temukan angkot yang menuju kesana. Kalian bisa menemukan angkot yang menuju kesana dengan mudah jika titik keberangkatan adalah disekitar Lee garden. Beda halnya dengan kami yang memang mencari angkotnya didepan jalan raya dekat Wat Hat Ya Nai.

Karena kami menyewa untuk sekali jalan, setelah menurunkan kami didalam area taman angkot tersebut putar balik kearah kami datang tadi.

Hat Yai municipal park adalah sebuah taman yang sangat luas, yang ga bakal bisa dijelajahi dengan berjalan kaki seperti yang kami lakukan. Menurut yang aku baca, dibagian atas taman ini ada kuil Dewi Kuan Im yang bisa dicapai dengan berkendara atau menaiki cable car ke puncak bukit. Keterbatasan waktu menjadi alasan bagi kami untuk tidak melanjutkan kunjungan hingga ke puncak bukit. Berkeliling disekitar taman dan mulai merasa lelah, ditambah pula persediaan air minum di tumbler sudah habis membuat kami memutuskan untuk segera mengakhiri jelajah singkat kami di Hatyai dan Kembali ke Davis tour menunggu hingga jadwal keberangkatan bus tiba.



Sebelum sempat kami mencari gerbang keluar menuju jalan raya, hujan tiba-tiba turun dan mulai deras. Mencari tempat berteduh terdekat selain pepohonan, kami menemukan gedung yang tanpa pikir Panjang kami datangi untuk berteduh.

Ada loket didepan Gedung dan dua orang petugas yang berjaga. Akhirnya sembari menunggu hujan reda dan permisi sama orang di Gedung, aku berpikir untuk sekalian bertanya bagaimana akses menuju puncak bukit taman ini pada petugas yang untungnya bisa berbahasa Inggris dengan jelas. Mereka mengatakan bahwa akan sulit untuk mencapai tempat kereta gantung tanpa kendaraan karena lokasinya agak diatas. Baiklah, memang sepertinya belum bisa berkunjung hingga keatas.

Setelah mendapatkan jawaban, kami minta izin untuk berteduh hingga hujan selesai atau reda dan respon mereka sangat ramah. Dua petugas diloket tadi keluar menuju pintu dan mempersilahkan kami menuggu diruang tamu sampai hujan reda.

Masuk ke dalam Gedung dan melihat dispenser air diruang tamu membuat kami agak ngelunjak minta air karena sumpah haus banget hahaha

Untungnya si mas penjaga loketnya baik banget, mempersilahkan kami minum sepuasnya. Saat kami mengambil air minum, dia pamit ke dalam loket sebentar dan Kembali setalah kami menghabiskan air digelas. Disamping ruang tamu tempat kami duduk, ada kolam renang yang ramai oleh orang yang berenang diiringi alunan music klasik. Setelah diperhatikan lebih seksama, kebanyakan yang berenang disana adalah orang-orang difabel namun dengan wajah yang ceria. Kami baru mengerti setelah dijelaskan oleh mas penjaga loket bahwa Gedung ini adalah tempat healing atau pemulihan untuk orang difabel dan kegiatan berenang diiringi music klasik yang sedang kami saksikan adalah salah satu kegiatan rutin yang mereka laksanakan digedung ini.

Tak berselang lama sejak kami bertiga mengobrol diruang tamu, hujan diluar sudah reda kemudian kami bergegas pamit pada orang-orang baik di Gedung itu yang mengizinkan kami sejenak beristirahat disana. Berjalan kaki beberapa menit hingga tida di jalan raya depan taman, tak berselang lama kami menemukan angkot yang mau berhenti saat kami melambaikan tangan. Alhamdulillahnya, angkot ini memang salah satu pemberhentiannya adalah Lee garden jadi kami ngga harus carter dengan membayar ongkos lebih seperti saat berangkat kesini tadi.

Cuaca mulai panas kembali saat perjalanan Kembali. Ketika itu kira-kira sudah jam 2 siang, kesibukan orang dijalan menjadi hal menarik untuk diamati. Anak-anak berseragam sekolah yang satu dua naik angkot yang kami tumpangi, beberapa gerombolan yang menyebrang jalan menuju pusat perbelanjaan diseberang jalan, kernet wanita yang duduk disebelah sopir(yang kurasa adalah istri si sopir) berteriak khas kernet dengan Bahasa Thailand yang pasti artinya adalah ajakan buat penumpang naik ke angkotnya hehe

Seperti angkot pada umumnya, angkot yang kami tumpangi juga tak jarang mengetem dibeberapa lokasi seperti pasar atau keramaian. Mata mulai mengantuk dan untuk beberapa saat aku tertidur hingga suara koin jatuh membangunkanku dan ternyata itu yang jatuh adalah uang koinku sisa kembalian ongkos angkot yang masih kupegang haha

“Ngantuk kak?” Dewi menyahut dengan cengirannya

“Iya beb”

Selanjutnya kami saling tertawa dan beberapa penumpang ikut tersenyum meski mungkin mereka ngga tau apa yang kami tertawakan, karena kami pun juga ga paham kenapa kami tertawa. Sepertinya menertawakan kebodohanku saat memungut koin sembari berpegangan pada kursi angkot dengan mata merah yang masih ngantuk.

30-40 menit berselang, angkot memasuki wilayah pusat kota dan kami bersiap-siap turun.

Saat turun, sopir angkot memberi arahan bahwa kami hanya perlu berjalan lurus, belok kanan dilampu merah, lurus lagi kemudian akan menemukan Lee garden. Lee garden ini semacam bangunan pusat perbelanjaan gitu kayaknya, karena kami tidak sempat masuk dan hanya menjadikannya acuan terdekat dengan Davis tour. Ujung-ujungnya sih arahan dari si sopir terlupakan dan kami mengandalkan Google maps. Melirik jam di Hp, kami masih punya banyak waktu sebelum jam 7 malam jadwal bus, jadi selagi mencari Lee garden aku sama Dewi beli Thai tea dan lagi-lagi camilannya rujak buah! Penjual buah atau penjual rujak buah dipinggir jalan memang sangat menggoda, jadi inget lagi kan sama rujak buah yang rasanya maknyus yang kami beli dibelakang Wat Arun.

Beb, kalau kamu baca bagian ini aku rasa kamu juga bakalan kebayang rasanya sambel rujak Thailand yang ga ada duanya itu, yang kita beli pas lapar-laparnya setelah berkeliling Wat arun karena ga berhasil nemuin warung berlogo halal. Sumpah aku juga ngiler selagi nulis ini beb hahaha

Sayangnya rujak buah yang kami beli di Hatyai sambalnya tidak seenak yang di Wat arun meskipun kami belinya sama2 dalam kondisi kelaparan.

Beberapa bulan sejak Kembali dari Thailand aku ngiler sambal rujak Thailand dan coba beli online di marketplace, dan rasanya mengecewakan ga sesuai ekspektasi. Nanti kalau Allah mengizinkan aku bisa Kembali datang ke Thailand, semoga tukang rujak itu masih mangkal disana. Wajib beli!

Sore hari menjelang, kami sudah sampai di Davis tour kemudian bergantian jamak sholat dhuhur dan ashar. Disana kami bertemu dan mengobrol dengan dua orang dari Malaysia yang juga menunggu jadwal bus menuju Kuala Lumpur dan kebetulan jadwalnya sama dengan kami. Namanya kak Azmi dan kak Anis, mereka berlibur juga ke Hatyai. Alhamdulillah sampai sekarangpun kami terkadang masih berkomunikasi lewat Instagram. Semakin mendekati jadwal keberangkatan bus, beberapa orang lainnya juga mulai berdatangan ke Davis tour. Ketika menunggu Bebeb sholat aku juga sempat mengobrol dengan mas-mas asal Malaysia yang baru datang berlibur dari Koh Samui, Thailand. Sebut saja Namanya Mas Koh.

Beberapa saat kemudian ada tuk-tuk(angkot) yang menjemput kami untuk menuju tempat parkir bis. Gerimis turun lagi, menghantar kami dalam cuaca dingin. Di dalam tuk-tuk untung saja kami bisa berkomunikasi dengan penumpang lain karena memang selain kami, penumpang yang lain berasal dari Malaysia.

Ada kejadian konyol yang melibatkan Mas Koh Ketika tuk-tuk sampai di tempat bis parkir dan kami mulai menaruh ransel masing-masing kedalam bagasi. Kepalaku kejedot bagian atas bagasi bus cuy! Mas Koh yang ada disebelahku reflek mengelus kepalaku. Mirip dikitlah sama adegan-adegan FTV. Peringatan nih buat cowok-cowok jangan sembarang elus2 kepala cewek apalagi yang belum kenal! Bisa menimbulkan baper tingkat FTV woy!

Eh ayo lanjut ke jalan yang benar. Perjalanan menuju Kuala Lumpur memakan waktu sekitar 9 jam. Bus nya sangat nyaman dengan ruang kaki yang luas, jadi 9 jam perjalanan sepertinya tidak akan terlalu lama apalagi aku berencana untuk tidur selama perjalanan.

Sepertinya satu atau dua jam perjalanan bus berhenti untuk urusan Imigrasi keluar Thailand. Ini penting nih: pas masuk Thailand beberapa hari lalu kita bakalan dikasih arrival card gitu, nah itu ngga oleh dihilangin ya! Gawat kalo hilang karena itu harus diserahkan Kembali ke Imigrasi Thailand saat kita mau keluar Thailand. Kalo hilang gimana? Mungkin akan dikenakan denda yang tidak sedikit dan tentu saja akan diinterogasi dulu.

Sumpah aku senam jantung pas sampai di Imigrasi keluar Thailand dan lihat orang-orang didepanku menyerahkan arrival card tersebut, karena aku ngga inget naruh arrival card punyaku dimana.

Setelah aku ubek-ubek ransel dan slingbag ku dengan cemas, ternyata itu si kertas kedatangan terselip di paspor yang aku pegang! Aman deh..

Sorry beb, pas itu aku juga pasti bikin kamu panik haha

Mata yang semula masih mengantuk langsung melek akibat drama pencarian arrival card.

Selesai mendapat cap keluar Thailand dipaspor, kami masih harus mengantre untuk mendapatkan cap kedatangan di Imigrasi Malaysia.

Pemberhentian selanjutnya setelah 2 Imigrasi adalah rumah makan. Semua penumpang turun untuk makan atau sholat. Aku dan Dewi satu meja makan dengan Kak Azmi dan Kak Anis, melanjutkan mengobrol sembari makan.

Sisa perjalanan kami manfaatkan untuk tidur. Sekitar menjelang subuh bis sampai di terminal TBS Kuala lumpur.

Cerita Hatyai sampai disini. Kuala lumpur mungkin tidak akan kuceritakan lagi karena sudah pernah menulis tentang Kuala lumpur sebelumnya. Terima kasih untuk orang-orang yang ada dalam ingatanku tentang Hatyai, terutama untuk Dewi. Aku menikmati dan mensyukuri setiap kenangan yang kita buat selama perjalan kita Beb. Semoga tulisan singkat ini bisa mengikat kenangan kita lebih lama melampaui ingatan yang mungkin suatu saat akan pudar.

Sulit untuk menemukan teman jalan yang asik dan pas dengan diri kita, bahkan sahabat yang sudah lama bertemanpun belum tentu bisa jadi teman jalan yang seru. Pengecualian untuk Dewi yang kurasa sudah lolos seleksi sahabat yang juga bisa jadi teman jalan yang klop! Aku harap aku juga dianggap teman jalan yang asik bagimu beb, jika belum coba nanti kita mojok bisik2 di whatsapp, sebutkan bagian mana dariku yang kurang asik selama perjalanan hihiii

Aku menantikan waktu di masa depan dimana kita bisa kembali membuat kenangan dalam perjalanan lain beb! Tentu saja aku juga berharap anggota ASR yang lain juga ikut serta dalam perjalanan kita selanjutnya.

 

Cheers,

Ismi.A