Rabu, 26 Desember 2018

Menginap di bandara DMK (Don mueang) Bangkok



Kenapa menginap di Bandara? ada beberapa alasan sih biasanya kenapa orang-orang lebih memilih menginap di Bandara darpada menyewa hotel atau penginapan.
Kalau aku, yang pertama karena besok pagi ada penerbangan ke Hatyai (salah satu kota di Thailand) dan jarak bandara dari downtown Bangkok lumayan jauh,  daripada menanggung resiko ketinggalan penerbangan, lebih baik nginep di Bandara dengan fasilitas seadanya.
yang kedua tentu saja pilihan menginap di bandara menyangkut prinsip backpacker yang kudu mementingkan kehematan. Daripada tidur nyaman dikasur empuk hotel, membayar sewa, tapi resiko tinggi ketinggalan pesawat, aku rasa pilihan tidur di bandara adalah yang paling tepat.
Ini bukan kali pertama buatku menginap di Bandara, aku juga pernah beberapa kali menginap di bandara KLIA2 Kuala lumpur, dan di Bandara Than sho nath, Ho chi minh city Vietnam.
Bandara DMK lumayan luas, 3 lantai. Kami tiba di DMK malam hari sekitar jam 23.00 waktu setempat setelah menaiki bis A4 dari khaosan road. dan benar saja, dari khaosan road ke bandara memutuhkan waktu leih dari 1 jam perjalanan.  Penerbangan kami masuk ke penerbangan domestik, jadi saat tiba di bandara kami langsung ke arah domestiic departure (ke arah kanan dari pintu masuk). Dari arah pintu masuk setelah turun dari bis A4, berjalanlah lurus tanpa naik eskalator ke arah keberangkatan domestik. melewati counter check in air asia, disekitar ini juga banyak kursi tunggu yang berjejer tapi menurutku kurang nyaman dijadikan tempat tidur karna letaknya yang yang dekat dengan pintu masuk, dan lalu larang orang disitu lumayan rame jadi bakalan sedikit risih jika kalian tiduran disitu. Spot tidur yang aku maksud ini bukannya berupa karpet tebal yang bisa kalian buat guling-guling gitu ya hehehe
Gambarnya aku cantumin di bawah.


Spot ini merupakan deretan kursi tunggu penumpang yang lumayan lah buat merebahkan diri beberapa jam. tempatnya lumayan sepi saat kami sampai disana. Hanya ada beberapa orang yang sudah siap dengan posisi berbaring miring di deretan kursi sebelah. Tapi beberapa jam kemudian semua kursi hampir terisi dengan orang-orang yang juga memilih 'tidur' di bandara seperti kami. Spot ini strategis, dekat dengan toilet dan ada tempat buat charge hp gratis.
Saranku, kalau kalian berencana menginap di DMK, bawalah selimut ringan atau jaket karna semakin malam tempat ini makin dingiiin. karna aku sudah merencanakan menginap di bandara DMK jadi sudah siap sedia selimut(red: sarung bali) biar gak kedinginan. Hati-hati dengan barang bawaan juga ya...taruh dokumen penting seperti uang, paspor dan kartu2 ditempat aman sebelum terlelap. Kalau aku biasanya bawa 2 tas selempang(sling bag sama waist bag yang nempel di badan kita) waist bag berguna banget buat naruh dokumen penting saat menginap di bandara biar lebih aman. nanti aku share gambarnya dibawah ya.. harganya cuma 20ribu, aku belinya di shopee (ukan promosi hehe)





Kalau kalian lapar, di bandara ada foodcourt yang buka 24 jam, ada di lantai 3. dan bagi yang muslim tenang saja, di food court saya sempat melihat ada satu restoran halal.
Ah iya, di DMK juga ada musholla(prayer room) yang bagus dan nyaman. tapi tidak boleh tidur di musholla ya...karna musholla nya dibuka dari jam 4 pagi sampai jam 23 untuk menghindari ada yang sengaja tidur disana. Di toilet bandara semuanya toilet kering alias apa-apa kudu pake tissue, kecuali di musholla ini (Alhamdulillah banget kan ). Mushollanya luas, nyaman dan bersih. tempat sholat cowok dan cewek terpisah, di musholla disediakan mukenah yang juga bersih.
letak prayer roomnya di arah keberangkatan domestik(sebelum counter check in air asia), di seberangnya outlet minuman Cha tra mue, pas didekatnya outlet simcard. Papan petunjuknya jelas banget kok, jadi kalian bakalan mudah menemukan letak prayer room nya.
Usai sholat subuh kami langsung bergegas menuju keberangkatan domestik menuju Hatyai... see you Bangkok..






jika ingin bertanya silahkan tinggalkan kometar kalian di bawah ya.. atau bisa dm aku di IG @ismiasiseh. Semoga infonya bermanfaat.

Bangkok day 1 : Grand palace, wat arun dan Asiatique by boat


Bangkok day 1 : Grand palace, wat arun dan Asiatique

Wat arun

Bangkok menyambutku dengan cuaca hangat di hari pertama, setelah sebelumnya disuguhkan dengan cuaca mendung sejak di Surabaya kemudian berlanjut di Kuala lumpur. Semalam flight menuju Bangkok dari Kuala lumpur sempat tertunda beberapa jam sebab cuaca buruk, hujan(yang mungkin disertai petir) yang menyebabkan ATC bandara memutuskan menunda beberapa penerbangan termasuk penerbanganku menuju kota seribu pagoda.

Hello Thailand! Thailand ada dalam salah satu list impian yang pernah kutulis di sekitar tahun 2016 silam. Di bulan hujan, Desember 2018 impian itu terwujud. Zona waktu di Thailand sama dengan di Jakarta, dan setelah sarapan di hotel, aku siap menjelajahi kota Bangkok hari ini.
Tujuan pertama adalah grand palace. Ini merupakan komplek istana thailand yang berisi candi-candi, paviliun kerajaan, dan bangunan-bangunan yang bernilai seni. Menuju kesana menaiki perahu dari pelabuhan sathorn pier. Letak pelabuhan ini dekat sekali dengan hotel. Ohya, selama di Bangkok aku menginap di glur Bangkok hostel. Dari hotel menuju pelabuhan hanya tinggal jalan kaki sekitar 5 menit. Perjalanan meuju grand palace memakan waktu sekitar 20-30 menit karena pelabuhan pemberhentian untuk menuju grand palace lumayan jauh. Ongkos perahu THB 15 (kapal bendera orange).
sungai chao praya Bangkok

Membeli tiket kapal berbendera orange diloket ini

Sepanjang perjalanan kita akan disuguhi dengan pemandangan lalu lalang kapal dan perahu dengan kecepatan lumayan tinggi  saling bergegas mengangkut penumpang dari dermaga satu ke dermaga lainnya. di kanan kiri, ditepi sungai chao praya yang sibuk, berjejer bangunan-bangunan raksasa seperti hotel, mall, dan rumah-rumah penduduk yang sama sekali tak terlihat kumuh. Salutnya lagi sungai ini bersih sekali. Di shatorn pier tadi aku sempet liat dibawah jembatan pelabuhan dipasang semacam jaring untuk menampung sampah. Riak ombak yang mengguncang perahu tak menyurutkan rasa riang berbaur dengan penduduk lokal yang bersiap memulai kegiatan mereka di kota Bangkok. Di sebelahku, seorang anak lelaki berseragam(yang mungkin masih sekolah dasar) menikmati sarapan paginya(mie instan cup) dengan sumpit, seakan tak acuh dengan penuhnya penumpang yang beberapa berdiri di sampingnya oleh karena tidak mendapatkan tempat duduk di perahu.
Aku tersenyum sedikit, bocah ini mungkin seumuran dengan adikku, Fahmi.
Sebelum sampai di grand palace, perahu melaju dibawah dua jembatan besar yang kokoh diatas sana. Berhenti di beberapa pier(pelabuhan), mengangkut dan menurunkan penumpang meski hanya sedikit dan tak terlalu signifikan mengurangi jumlah penumpang karena aku yakin dengan melihat wajah2 penumpang, bahwa hari itu kebanyakan penumpang adalah turis yang juga bertujuan sama denganku ke grand palace.

Tiba di pelabuhan menuju grand palace, aku ikut turun bersama gerombolan turis lainnya. Melewati pasar kecil yang serta merta membuatku takjub dengan lezatnya jajanan yang mereka jual. Dalam hati berbisik mengingatkan diri bahwasanya tujuan pertama belum tercapai, jajannya ditunda dulu setelah selesai dari grand palace hihihi
jalan di seberang pintu masuk menuju grand palace

Sabtu, tentu saja tempat wisata akan ramai dengan wisatawan tak terkecuali grand palace yang notabene merupakan jujukan pertama para turis jika berkunjung ke Bangkok. tiket masuk ke grand palace THB 500 (setara Rp 229.000 dengan kurs 1 Rp = 458 Bath), lumayan mahal untuk kantong backpacker macam diriku. Namun karena ini salah satu tujuan utama di Bangkok baiklah hari ini sedikit tidak berhemat tak apa. Saya sarankan datang ke grand palace pagi sekali biar tak gosong seperti nasibku yang sekitar jam 10 baru tiba disana. Panasnya luar biasa, ditambah dengan lautan wisatawan yang hilir mudik saling jepret. Hampir tak ada space foto yang akan sukses mengabadikan potret diri tanpa lalu lalang orang disekitar. 

salah satu bangunan di komplek grand palace

Grand palace hari itu overload! Sempat menyurutkan semangat untuk mengabadikan momen di kamera, namun sama sekali tak menyurutkan semangat mengenangnya dengan mata dan kepala(otak)ku. Bukankah kenangan yang paling awet adalah dalam ingatan kita? kamera tertinggi pixel nya, terbaik resolusinya adalah mata yang diciptakan Allah? itu sebabnya, aku lebih suka menikmati banyak waktu melihat dengan seksama meski ditengah kerumunan, dibandingkan dengan sibuk jepret-jepret dengan kamera(ya, alasan lainnya juga karena kamera hp ku tidak terlalu bagus hehe).
Tapi serius, aku bisa menciptakan senyum ketika mengamati sekitar yang membuatku takjub. Dan grand palace sukses membuatku beberapa kali bergumam waw masya Allah indah sekali ciptaan Allah.
sebelum pintu keluar grand palace, ada pohon kamboja yang bunganya berguguran,dibawahnya ada bangku2, lalu mungut satu bunga yang jatuh kemudian jepret dulu hehe

Usai puas dan kepanasan di grand palace, kemudian melanjutkan perjalanan ke Wat arun yang biasa juga disebut kuil atau candi putih karena berbeda dengan grand palace yang hampir semua bangunanya bernuansa emas, wat arun memiliki nuansa putih dengan perpaduan gaya bangunan thailand dan khmer pada candi-candinya. Kesana masih dengan perahu dengan ongkos 30 bath(lebih mahal karena ini kapal bendera kuning). Di part lain in sya Allah aku bakal jelasin bedanya bendera orang, kuning, hijau dan biru di kapal yang berlalu lalang. Harga tiket masuk ke wat arun 10% nya htm grand palace alias hanya THB 50.  Wajar saja karena komplek candi ini tidak seberapa luas seperti grand palace. Menghabiskan waktu sekitar satu jam di wat arun, kemudian ketika matahari mulai bersahabat menurunkan tingkat sengatannya dikulit dan merasa puas mengelilingi kompleks wat arun, aku memutuskan untuk kembali ke shatorn pier, sholat, istirahat sebentar di hotel kemudian melanjutkan penjelajahan hari itu ke asiatique. Kembali menuju shatorn pier menggunakan kapal bendera kuning dengan ongkos 20 bath.

Wat arun juga penuh dengan wisatawan
Rujak ini sumpah enak banget :( beli dikompleks belakang wat arun ketika muter cari resto halal dan sayangnya lagi tutup, akhirnya makan siang dengan rujak lezat ini

Matahari mulai merubah warnanya dari kuning cerah menuju jingga. Beriak sungai chao praya seakan tak lelah dibelah oleh kapal dan perahu yang saling balap. Jika tadi saat berangkat wajah-wajah penumpang masih segar, diperjalanan pulang wajah2 terlihat kuyu kelelahan. Warga lokal dengan baju yang tak serapi saat berangkat, mendekap tas,mengobrol atau ada beberapa yang sibuk dengan ponsel, mengabaikan riuh suara ombak disamping dan gerungan mesin kapal yang terlalu bersemangat sejak pagi tadi. Aku lelah, kakiku mulai protes, perutku mulai meronta, tapi hatiku tentu tidak, semangatku masih banyak stoknya. Memori dikepalaku masih banyak spacenya, kartu memori di otakku masih sanggup mengajak lelahnya kaki melanjutkan perjalanan hari itu di Bangkok.
Sekitar dua jam kemudian, saat matahari merundung senja dan gelap mulai memberi pertanda agar lampu-lampu mulai disemarakkan, asiatique menjadi pilihan terakhir menutup city tour ku hari itu di Bangkok. Ini semacam pasar malam modern. 

Bagian depan asiatique

nih dia  travelmate akuuu

Banyak yang bisa dilihat dan dibelanjakan disini. Ada kapal gratis yang memang disediakan untuk pengunjung menuju ke dan pulang dari asiatique hingga terakhir di jam 23. Sekitar jam 10 akhirnya memutuskan kembali ke hotel oleh sebab tidak kuat menahan godaan terlalu bagus-bagusnya barang-barang dan lezatnya makanan-makanan di asiatique yang mana tak sebanding dengan recehan THB yang dibawa kesana hahaha
Walhasil, di asiatique aku hanya mampir ke kios cover paspor guna membeli titipan orang-orang karena memang saat itu aku membuka jastip alias jasa titip cover paspor. prinsipku, kalau bisa dapat untung kenapa ngga? berdagang everywhere hihi
Sekian cerita hari ini. merasa ada yang perlu ditanyakan? bisa kontak aku by dm instagram ya di @ismiasiseh atau email ke isme.azizah@gmail.com

Minggu, 18 Februari 2018

Motoran dan kena SCAM di Mui ne, kota cantik nan Romantis!

Gundukan pasir di White sund dunes


Masih di hari yang sama, Minggu 4 Februari 2018. Bus yang kami tumpangi dari Ho chi minh city tiba di Mui ne sekitar jam 7 malam waktu setempat. Sepanjang perjalanan di bus tadi, sekitar 5 jam, bekal snack yang kubawa dari Indonesia seperti coklat silver queen, madu dan beberapa jajanan lain menyelamatkan dari kelaparan. Untung juga sebelum berangkat kami sempat makan pho yang lumayan gede porsinya(sampe ga habis). Tadi sih bus sempat berhenti di rest area gitu sekitar 20 menitan, orang2 pada turun (mungkin) beli makanan atau camilan tapi aku nggak, males, dan belum tentu ada makanan dengan logo halal di rest areanya. Ntar terlanjur turun trus kecewa gak dapat makanan halal, yaudah mending bobo aja di bus (sampe bosen bobo terus daritadi).


Anyway, karna sebelum berangkat tadi udah ngasih alamat hotel ke supir busnya, kami diturunkan tepat di seberang gang menuju hostel. Kami nginep di Mui ne budget hills hotel. Dari gang kami masih harus jalan kaki sekitar 100 meter. Setelah check in dan bayar deposit, kami makan nasi putih yang tadi dibeli di resto halal di Ho chi minh, makannya pake lauk abon sapi yang dibawa Diah.
Ah iya, kami ketemu dan ngobrol sama ahjussi2 korea yang ramah sekali di hotel. Awalnya dia nyapa dalam bahasa Vietnam “Xin Chao” yang berarti : Halo! Saat kutanya apakah dia orang Vietnam, dia bilang dia orang korea dan dengan semangatnya aku nyapa dan memperkenalkan diri(nyebutin nama) dalam bahasa korea wkwkwk (that’s my first time ngobrol sama orang korea, biasanya kan cuma mantengin dilayar kaca drakor).  Ahjussi2 nya juga seneng pas aku nyapa pake bahasa korea (ada manfaatnya juga kan ya drama korea hihihi), selanjutnya kami ngobrol. Ternyata si ahjussi ini udah hampir setahun keliling ke beberapa negara dan katanya dia paling lama ada di Mui ne ini karna kotanya indah (emang indah banget sih Mui ne). Si ahjussi juga kayaknya tertarik banget ngelihat jilbab yang kami pake, dia nanya2 : ”itu namanya hijab bukan?’’ trus nanya juga kalo muslim itu ibadahnya 5 kali sehari ya. Duh seneng deh kalo ada yang ramah begini.


Esoknya kami bangun sekitar jam setengah 4 pagi. Subuhannya jam 4. Kita pengen ngeliat sunrise di White sund dunes dan di aplikasiku sih sunrisenya baru muncul jam 6. Ah iya, kita bakalan motoran! Yes, naik motor di Vietnam! Yeayyy! So excited banget. Ada temen yang nanya : ‘SIM Indonesia berlaku disana?’ hahaha kagak, kagak tau maksudnya. Aku juga ga bawa SIM ini, tempat rental nya juga ga nanyain punya SIM apa nggak, tinggal bayar dan dikasih kunci. Kami sewa motornya  pas disamping hotel seharga Vnd 140.000 kalo dirupiahin sekitar 80 ribuan. Ada pilihan lain kalau kalian gak mau sewa motor kalian bisa ikut jeep tour yang disediakan hotel atau di travel agent yang bertebaran disepanjang jalan raya di Mui ne. Harganya kalo dirupiahin sekitar 45 ribu per orang dengan kapasitas jeep 4-5 orang. Nah tapi pertimbangan kami kenapa gak ikut jeep tour biar lebih puas dan gak diburu waktu pas di tempat wisatanya. Lagian jeep tour nya berangkat jam setengah 4an,sedangkan adzan subuh jam 4. Nah mana mau orang2 se jeep nungguin kita sholat dulu baru berangkat?
Abis pose ginian, selanjutnya hampir aja nabrak trotoar haha

Helmnya kudu dipegang kalo lagi ngebut biar ga nguing kebawa angin. SERU!!

Jam setengah 5 subuh kita otewe, beuh dinggiiiin banget Mui ne di hari subuh begitu! Dan sialnya lagi aku lupa bawa jaket! Trus nyetir di cuaca dingin dan anging kenceng ! Hahaha lengkap banget ke bego an nya deh! Tapi ga terlalu masalah sih, meskipun tangan dan muka rasanya kebas karna kedinginan, masih kalah sama rasa excited nyetir di stir kanan! Beberapa kali kelupaan nyetir di kiri, untungnya jalanan masih sepi jadi gak kena klakson sama orang2. Saking bersemangatnya nyetir sambil lihat pemandangan kiri kanan, beberapa kali hampir nabrak trotoar. Gurun pasir yang kami tuju ternyata lumayan jauh sekitar belasan kilometer! Dan kami hanya mengandalkan google maps. Karna beberapa kali dinyasarin sama google maps akhirnya kami gagal liat sunrise di gurun pasir, sunrisenya udah muncul sebelum kita sampai ditujuan. Tapii tetep indahhhhh pemandangannya, si matahari muncul pas kami melewati pantai cantik di sebelah kanan, dan tebing putih disebelah kiri. Enjoy your journey, hal hal kecil yang terlihat sepele seperti melihat matahari terbit di antara riak ombak air laut dikejauhan beserta desau angin kencang yang menyelimuti pagi, Masya Allah sungguh indahnya. Rasanya ingin sekali melihat semua penampakan sunrise atau senja dipenjuru dunia. Matahari yang sama, senyum yang sama, rasa syukur yang sama, di tempat yang berbeda. Itu sungguh hal yang menakjubkan dari sedikit ciptaan Nya.

view jalan yang sempet ke jepret

By the way, perjalanan kami tidak melulu tentang cerita menyenangkan. Harus ada cerita menyebalkannya juga bukan agar lebih berwarna dan menarik? Haha iyaaa, ada kejadian menyebalkan yang kami alami saat berkendara di Mui ne. SCAM! Exactly always happened when youre in Vietnam! Pas mampir di pom bensin kami bilang ke petugas pom nya kalau mau ngisi 2 liter, trus datang ibu2 yang ngomong bahasa Vietnam sambil ngeliat isi tank bensin kami dan dengan bahasa hu ha hu ha isyarat i mean) dia nerangin kalau tujuan kita masih jauh dan 2 liter gak bakalan cukup. 

Aspal dan pasir (?)

Sementara kita bingung dan kekeuh mau ngisi 2 liter si mas2 yang tadi jaga pom ngisi bensin di motor kami tanpa memberitahu :”di mulai dari angka nol ya” wkwkwk yakaliii kirain kayak di pertamina kan yang biasanya bilang gitu dulu sebelum ngisi. Tiba2 aja di layar angka pom nya tertulis 8 liter! Gilak! Kenapa gilak? Karna kami liat di tank bensin motor kami bensinnya ga sampe separuh! Dan dia bilang itu 8 liter trus bilang harganya Vnd 100.000! huaaaaaa ingin rasanya bilang sedot lagi aja bensinnya mas! Padahal budget kita maksimal beli bensin Vnd 50.000. Gilak 8 liter aja segitu dikitnya apalagi 2 liter. Nah kita curiga tuh layar di pom belum di nol in tapi masnya ujug2 ngisi soalnya tadi aku sempet liat sebelum masnya ngisi bensin kita tuh dilayar udh tertera sekitar 4 apa 5 liter gitu. Belum di nol in trus langsung ngisiin bensin kita kan hiks L


Walhasil kami ngomel setelah merasa ketipu (ya dalam bahasa Indonesi tentunya, lah wong ibu e aja daritadi nyerocos pake bahasa Vietnam meskipun kita bahasa inggrisin) trus buru2 tancap gas setelah bayar. Ckckckc, yaudin ikhlasin aja. Saranku kalau kalian ntar2 beli bensin di Vietnam, sodorin uang aja dulu biar mereka ngerti kita mau beli sejumlah uang yang kita sodorin!


Singkat cerita, pengalaman yang tidak menyenangkan tadi terlupakan sekaligus setelah kami sampai di white sund dunes! Hiaaaakkkk it so beautifull view! Kayak berasa di gurun sahara, berasa di negara2 middle east! Sampek diah update instastory trus tag locationnya “DUBAI” dan pada percaya aja hahahaha ketipu padahal di Vietnam aja kan ye.

White sund 'sahara' dunes

nenteng sendal wkwk

Fota fota cekrek sana sini, pindah ke tujuuannya berikutnya yang gak kalah keren, Red sund dunes! Ternyata tadi red sund duns kita lewatin dan gak nyadar. Jadi yang paling jauh itu lokasinya si white sund dunes, trus fishing village(yang tidak kami datangi karna harus puter balik), red sun dunes trus yang paling dekat itu fairy stream. Ini berdasarkan jarak dari hotel kami ya. Jadi kami sarankan kalian datang ke lokasi yang paling jauh dulu.

Lotus lake yang ada di white sund dunes

White sund dunes dan red sund dunes ini sama2 padang pasir gitu tapi bedanya(sesuai nama), dari warna pasirnya. Kalau luasnya sih jauh lebih luas white sund dunes, kami juga menghabiskan lebih banyak waktu di white sund dunes. Dan menurutku aku lebih suka white sund dunes karna berasa di ‘sahara’ banget (padahal kan kau belom pernah ke sahara Mii hahaha), udahlah intinya berasa jadi Aisyah nya ayat ayat cinta tapi tanpa Fahri (someday semoga ada Fahri ihir, dicari dulu Fahrinya ya semoga lekas ketemu).

Red Sund dunes

take a selca with Diah

Aselinya ini mao jatoh tapi kejepretnya jadi bagus swing2 hihi

Di fairy stream kami sebentar banget karna berburu waktu buat check out hotel jam 11. Ahya, jangan lua bayar parkir motor Vnd 10.000 di red sund dunes sama di fairy stream. Di white sund dunes gak ada yang narikiin uang parkir, malah dibantuin mas2 nya pas motor kami susah di starter.
Balik ke hotel, giliran Diah yang nyetir. Suka sekali dengan pemandangan sepanjaang jalan. Kadang ada pantai dengan ombak yang lumayan gede, ada pantai yang tenang, ahya ada beberapa ekor sapi yang melintas di jalan tanpa pengawasan, pun pula banyak sekali sisi jalan seperti bukit kapur atau pasir berwarna kemerahan. Mui ne benar benar cantik dan romantis sampai aku lupa buat ngevideo in betapa indahnya di kanan kiri, tapi tentu udah terekam jelas di memoriku dan kurasa itu adalah video terbaik bukan? Video terbaik yang nanti akan teringat sebagai kenangan indah J

Nasi dan abon (lagi)

Jalan ber 'kali' menuju fairy stream.
Diliatin orang2 gegara nyemplung ke kali kaos kakinya kagak dicopot wkwk bodoamet

Red Canyon versi Vietnam!

Canyon KW super!

Kami balik ke Ho chi minh jam 1 siang. Selagi menunggu bis nya kami masih nyempetin makan pop mie bekal masing2 di tepi kolam hotel sambil ngeliatin bule(cewek kok) yang berjemur dan dua orang yang cebar cebur di  kolam. Bus ke Ho chi minh adalah sleeping bus jadi bakalan enak tidur hehehe. Harganya lebih mahal dari bus ke Mui ne vnd 130.000, ya maklum mungkin karna ini sleeping bus yang seatnya kayak kasur sampe ada selimutnya pulak.

Sleeper bus(dapet minum plus selimut)

kaya begini jadi bisa selonjoran, kesian bule yg kakinya kepanjangan gabisa selonjoran hehe

Sampai di Ho chi minh jam 6 an malem, diturunin di terminal bus pham ngu lao kayaknya. Jalan kaki menuju hostel. Flight ku ke kuala lumpur jam setengah 10 pagi besok. Awalnya aku berencana nginep di bandara karna eman kalau cuma sewa hostel buat bobo semalem doing, tapi akhirnya kami menginap semalam di Lee hostel karna aku emoh tidur di Bandara ho chi minh lagi.

Ho chi minh di malam hari (jalan deket hostel) dua kali ramenya Malioboro!

Lee Hostel
Makan malam di resto halal 10 meter sebelah kiri Lee hostel
(mahal tapi enak sih itung2 gantinya berhemat makan nasi sama abon kemarin hehe)

Subuh2 aku di anter diah saat mau cari bus ke Bandara. Akhirnya naik busnya dari terminal pham ngu lao. Nai bus nomor 109(busnya warna kuning) dengan tarif Vnd 20.000 karna gak nemu bis 152 yang lebih murah. Belum sempat sarapan dan lagi2 bekal energen jadi penyelamat hihi. Sebenernya masih banyak yang ingin kutulis dan kuceritaain tapi bisa2 jadi novel ntar kalo detail banget ku ceritainnya.
Sekian aja ceritanya. See u Vietnam. 2 hari singkat yang tidak akan pernah kulupakan. Kalau kalian ada niatan pergi ke Vietnam dan ingin bertanya apa saja, jangan sungkan tinggalkan komentar dibawah atau hubungin aku ;) dengan senang hati akan menjawab sebisanya sesuai pengalamanku selama disana.
Ohya baru inget, di cerita sebelumnya aku juga nyeritain uang driver grab yang ketinggalan di aku kan ya? Nah endingnya setelah kuhubungi grab Vietnam via email, dan mereka memberitahukan driver yang bersangkutan setelah meminta data pemesanan  terdaftar via grab, si driver minta (kalau aku sempet) katanya uang lebihannya dibelikan voucher pulsa aja trus nomor vouchernya dikirimin via email. Oke, akhirnya kubelikan voucher saat mampir ke family mart di Ho chi minh malam sebelum flight ke kuala lumpur trus kukirimin via email ke grab Vietnam. Huah lega balik Indonesia ga nanggung beban bawa duit orang! Mission complete!

Pengeluaran day 2
Tiket pesawat Ho chi minh – Klia2 : Rp 472.068
Tiket pesawat Klia2-Surabaya : Rp 492.109
Tiket bus Mui ne – Hcmh : Vnd 130.000
Mui ne budget hills hotel : Rp 65.000
Lee Hostel Hcmh : Vnd 80.500
Sewa motor : Vnd 70.000
Bensin : Vnd 50.000
Parkir : Vnd 10.000
Minum : Vnd 6500
Makan malam di Hcmh : Vnd  80.000
Bus to bandara : Vnd 20.000

Total : Rp 964.177 + Vnd 512.000 = Rp 1.281.617 (kurs 0.62)

Rabu, 14 Februari 2018

Sedikit tentang sebuah kehilangan

20 September 2017,
seseorang pernah bertanya kepadaku tentang sebuah kehilangan.
Apakah yang bisa kita lakukan hanyalah ikhlas?
Bagaimana menyembuhan hati yang sudah terlanjur  retak karena sebuah kehilangan?
Untuk beberapa saat aku tertegun, membaca kembali pertanyaan itu. Ah iya, pertanyaan itu diajukannya lewat chat. Syukurlah, batinku. Setidaknya dia tidak perlu melihat perubahan wajahku kala mendengar pertanyaannya. Untuk beberapa saat pula aku menghembuskan nafas berat, dan entah sekuat apapun aku menahannya, pertanyaan tentang sebuah kehilangan selalu sukses membasahi mataku.



Terima kasih sudah menanyakannya kepadaku. Sungguh, aku berterima kasih karena saat ini aku bisa melihat jelas bagaimana perasaanmu yang selalu abu-abu.  Kau tahu? Tidak ada yang benar-benar bisa memahami rasa sakit atas sebuah kehilangan kecuali seseorang yang sebelumnya jua telah merasakan kehilangan begitu hebatnya.
Sebuah kehilangan, apapun bentuknya, rasa sakitnya selalu sama…terutama kehilangan seseorang yang sangat kita kasihi dalam hidup.
Kau bertaya apakah yang bisa kita lakukan hanyalah ikhlas?
Aku menjawabnya: ‘Ya’! Namun, ‘hanyalah ikhlas’ yang kau sebutkan itu sungguh berat sekali melewatinya. Eh bukan, bukan melewati lebih tepatnya, karena kita tak akan pernah tahu kapan kita bisa disebut ikhlas.
Boleh saja kita menganggap diri kita telah ikhlas, tapi bukankah ikhlas tidak ternilai? Sungguhkah hatimu ikhlas? Bagaimana kau bisa melihatnya? Bagaimana kau bisa menilainya?
Aku tahu, setiap detik yang kau lalui dengan mengingatnya, hatimu selalu terasa berat, ada sesuatu yang seakan tercekat di tenganh tenggorokanmu, dan rasanya air mata berebut dipelupuk. Apakah itu yang kau sebut ikhlas?
Tidak. Ikhlas tidak pernah ternilai batasannya. Seperti sabar, ikhlas juga tidak bisa dilakukan orang sembarangan. Tidak ada yang pernah tahu kapan tingkatan ikhlas yang sebenar-benarnya bisa direngkuh.
Mungkin, jika suatu saat kau mengingat kenangan tentang sebuah ehilangan seraya tersenyum menghargai kenangan itu pernah ada, sesakit apapun itu, saat itulah kau mungkin telah mendekati ikhlasmu…
Jadi, seberapa dekat kau mendekati ikhlasmu?

Teriima kasih lagi. Aku benar-benar bersyukur kau menanyakannya kepadaku, tentang sebuah kehilangan. Setidaknya aku tahu, kita adalah sedikit dari banyaknya orang-orang hebat yang pernah diuji dengan sebuah kehilangan.

Pertanyaanmu selanjutnya,. Bagaimana menyembuhkan hati yang sudah terlanjur retak karena sebuah kehilangan?
Sebelumnya, izinkan aku bertanya kepadamu (ah, aku jadi ikut-ikutan bertanya), namun memang harus kutanyakan dulu, seberapa retak hatimu? Apakah kau merasa ‘kepergiannya’ juga seakan membawa sebagian besar alasanmu untuk bersemangat hidup? Apakah kau merasa kehilangan itu sama sekali tidak adil bagimu? Apakah kau pernah bertanya : ‘kenapa harus aku?’ ‘kenapa bukan orang lain saja yang mengalaminya?’. Benar sekali, aku juga pernah merasakan hal yang serupa. Namun sadarlah, semua rasa sakit itu terlahir dari sudut pandangmu, kau yang menciptakannya sendiri dengan hatimu, kau yang menguatkan rasa sakitnya sesuai sudut pandangmu. Pernahkah kau mencoba berpikir dari sudut pandang ‘ia yang telah pergi’? Ada satu novel karangan bang Tere yang pernah kubaca. Disana tokoh utamanya berkutat dengan rasa sakit atas kehilangan dan bang Tere menuliskan,  untuk mengatasi rasa sakit itu ia seharusnya melihat dari sudut pandang ‘ia yang pergi’ meninggalkan, bukan dari sudut pandang kita yang ditinggalkan. Bijak sekali bukan? silahkan hubungi aku untuk menanyakan judulnya selagi aku mengingat-ingat, atau kau boleh juga meminjam bukunya kepadaku dengan syarat kau kabulkan satu atau tiga permintaanku (eh yang ini tidak serius, bercanda).
Ini tidak mudah. Tentu saja.
Bagaimana bisa kita melihat dari sudut pandang yang telah pergi sedangkan yang tersakiti adalah kita?seberapa sulit itu, cobalah.
Bagaimana jika engkau adalah ‘orang yang telah pergi’? Kepergiannya mungkin adalah hal terbaik untuknya, juga untukmu.

Apapun alasan ‘dia pergi’, percayalah itu hanyalah jalan untuk meloloskan sebuah takdir tentang sebuah perpisahan… Sekecil apapun sebuah peristiwa, bukankah itu sudah ditakdirkan? Bahkan daun kering yang jatuh pun memang sudah takdirnya begitu.
Siapa yang tahu jika saja jatuhnya daun kering itu adalah sebuah alasan atas suatu takdir lain? Mari kita berandai-andai (kau juga tahu aku pandai berandai-andai bukan?), ikutlah berandai-andai denganku. Mungkin saja sebelum daun kering itu gugur, ada dua semut diatasnya, yaitu seekor ibu semut dan seekor anak semut babija(bayi beberapa jam) ; maksudku adalah orang-orang menyebut bayi manusia tiga tahun dengan sebutan batita atau balita untuk bayi lima tahun. Dalam cerita ini mari kita anggap bayi semutnya babija: bayi semut yang berumur baru beberapa jam yang lalu (jangan bayangkan bagaimana ukuran semut yang baru berusia beberapa jam, tapi jika kau penasaran bayangkan saja dengan imajinasi pribadimu).
Ibu semut mungkin saja sedang mengajari anaknya merayap di daun yang tidak mereka sadari daun yang mereka pijak sebentar lagi telah ditakdirkan luruh dari ranting pohon. Daun jatuh saat anak semut sedang merayap di atasnya. Karena belum terlalu mahir merayap, anak semut ikut terjatuh kebawah dan disitulah bermula takdir mereka.
Dengan gugurnya daun kering, tentu saja ibu semut bisa dengan cepat mendatangi si anak semut babija yang sudah bisa dipastikan sedang nangis meraung-raung dibawah sana karena rasa sakit dan rasa takutnya.
ilustrasi daun kering(sumber: google.com)

Daun yang jatuh, terlihat seperti ‘ia yang telah pergi’ dengan sia-sia, terlihat seperti itu adalah akhir hidupnya. Terasa menyakitkan karena dia terpisah dari ranting pohon yang selama ini paling dekat dengannya dari tunas hingga ia menjadi daun tua yang mengering. Terasa tidak adil sekali bagi daun itu bukan? Namun lihatlah sekali lagi, dengan gugurnya daun malang itu peristiwa hebat lainnya terjadi. Entah daun itu menyadari atau tidak, ‘kepergiannya’ menjadi jalan indah mempertemukan kembali anak semut yang malang dengan ibunya…
Dan bukankah kejadian yang terlihat dan terdengar sepele bagi kita itu nyatanya adalah hal yang sangat amat berharga bagi ibu dan anak semut? Begitulah takdir kurasa. Se sepele apapun itu, takdir adalah takdir, se sepele apapun itu takdir akan tetap terjadi… dan jangan lupa, se berat apapun jua, takdir juga pasti akan berlalu bukan?

Ah iya, tentu saja cerita ibu dan babija semut di atas cuma imajinasi karanganku saja. Untuk memudahkanmu berandai-andai…  juga untuk sedikit menjelaskan jika kemampuan imajinasiku tidak melulu tentang seperti saat aku membayangkan kau sedang memakai kostum bu peri lengkap dengan tongkat ajaib dan sedang merapal mantra andalan ‘cuing cuing cuing’. Katakan padaku jika secara kebetulan kau membaca ini lalu tersenyum di bagian yang kutulis ini, tentang bu peri maksudku. Membayangkan seseorang tersenyum karenaku adalah hal yang cukup menyenangkan.

Untuk ketiga kalinya, aku akan kembali berterima kasih (apa terdengar cerewet jika tiga kali berterima kasih?), tapi sungguh aku berterima kasih dengan banyak rasa terima kasih kepadamu… terima kasih telah memberiku pertanyaan ini, karena dengan begitu aku jadi tahu betapa egoisnya diriku.
Betapa egoisnya aku memikirkan sesuatu yang lain di saat kau berjuang menyembuhkan sebuah luka dihatimu…
Jika memungkinkan untuk meminta maaf, maafkan aku.  Hingga saat kau menanyakan dua pertanyaan ini kepadaku, aku tidak pernah tahu seberapa gigihnya selama ini kau berusaha melewati rasa sakit atas sebuah kehilangan di masa lalu. Aku sungguh tidak tahu.
Kau mengatakan betapa sulitnya melupakan masa lalu menyakitkan itu. Tak apa. Ikutilah alur prosesnya. Memang tidak akan singkat dan mudah untuk menyembuhkan hatimu yang retak.
Namun, kenangan tetaplah kenangan. Seberapa sakit atau seberapa bahagia sebuah kenangan, kita tak akan pernah bisa mengelaknya. Jadi daripada melupakannya, bagaimana jika kau mendekapnya dengan hati yang lapang?

Sesakit apapun apapun kenanganmu, se berhasil apapun kau berusaha melupakannya, tetap dekaplah… karena sesungguhnya kenangan adalah  salah satu bagian kecil dalam hidupmu di masa lalu yang akan melengkapi indahnya hidupmu di masa yang akan datang….
Kelak nanti, aku yakin akan ada masa dimana kau mengingat akan sebuah kenangan menyakitkan tentang sebuah kehilangan, dank au mengingatnya seraya tersenyum dengan hati lapang dan jua bersyukur dengan hati yang ikhlas bahwasanya kau telah berhasil melewati satu ujian kesabaran dari Yang Maha Kuasa…
Terakhir, kututup dengan sebesar-besarnyarasa terima kasihku..
Tetap sama, terima kasih untuk menanyakannya kepadaku..
Dengan begitu aku tahu, kau mempercayaiku..
Dengan begitu aku tahu, kau sedang berusaha menyembuhkan luka masa lalu untuk memulai sesuatu yang baru tanpa rasa sakit…
Terima kasih, teman…


*ditulis dihari yang mendung yang kemudian tiba-tiba hujan deras beberapa menit berikutnya
*ditulis dengan sesekali melirik rantang makan siang yang masih utuh dipojok sana (jangan salah paham, aku belum lapar, hanya memastikan makan siangku tidak ditikung semut jahat).

Dan juga,
*ditulis dengan senyuman dan rasa syukur bahwa setidaknya aku selalu berharap kau selalu baik-baik saja tanpa kutanyakan kabarmu…

Situbondo, 12.41 pm.

Minggu, 11 Februari 2018

Day 1 di Ho chi minh city, Vietnam (tidur ‘menggembel’ di Tan Son nhat international airport!)

Emejing Vietnam.
Kalian tahu apa salah satu hal dari sekian banyak hal menyenangkan yang bisa didapatkan ketika kalian travelling around the world? Kenangan, dan bonusnya kau akan tersenyum tiap kali mengenangnya, kapanpun. Itu sih aku, gak tau gimana dengan kalian. Kenapa harus jauh-jauh membuat kenangan Mi? karena kelak aku bisa punya cerita yang lebih ‘overseas’ yang bisa kuceritakan kepada anak-anakku #eaaak
Eh tapi beneran, saat backpacking aku banyak mengalami hal-hal menarik baik itu menyenangkan dan menyedihkan yang menyertai perjalanan. Dan sebenernya juga dari jalan-jalan yang beneran ‘jalan’, itu melatihku untuk tidak cepat mengeluh dan tetap berusaha dalam mencapai tujuan. Apapun tujuannya.
Anyway, cukup segitu aja dulu muqoddimah(kata pengantar)nya, tulisan kali ini bukannya mau ceritain motivasi jalan-jalan kan ya. Mau share cerita perjalanan ke Vietnam tujuannya, jadi mari kita mulai.
Day 1 di Ho chi minh city, Vietnam (tidur ‘menggembel’ di Tan Son nhat international airport!)

City Hall Kota Ho Chi Minh Vietnam (Itu patungnya Uncle Ho)

Penerbangan ke Vietnam delay! Ini pertama kalinya mengalami penundaan jadwal terbang, pihak maskapai gak ngasih tau alasan delaynya sih. Untungnya delay gak sampe dua jam dari semula jadwal awalnya take off jam 23.59 waktu Malaysia menjadi jam 00.25. Akibatnya kami sampai di bandara Tan Son nhat international airport di kota Ho chi minh sekitar jam 00.45 (lah?) kok Cuma beberapa menit? Iyaaa karna waktu di Malaysia dan Ho chi minh selisih satu jam. Malaysia lebih cepat 1 jam dan waktu di Ho chi minh sama dengan waktu di Jakarta(WIB). 

Pertama kali kena Delay!

Tan Son nhat international airport nya kecil, mungkin sama kecilnya dengan bandara juanda Surabaya kali. Proses imigrasi berjalan lancar dan lumayan cepat. Pas melewati custom juga langsung disuruh lewat tanpa melewati scan barang. Hal pertama yang kami lakukan setelah keluar dari custom adalah mencari money changer dan counter simcard yang berjejer di area kedatangan. Kami membawa USD untuk ditukar dengan dong Vietnam (VND). Rate di bandara tidak jauh beda dengan di downtown(menurut review bloger lain), jadi kalian gak usah khawatir dengan anggapan ‘di bandara pasti apa-apa lebih mahal’. Saat menukar rate nya sekitar 0.62 VND untuk 1 Rupiah. Jadi rupiah masih lebih gede nilainya daripada Dong Vietnam. Aku menukar USD 60 dan mendapatkan VND 1.324.000, kalau di rupiahin sekitar Rp  816.000 untuk kurs USD 13600 (wow tiba-tiba jadi berasa kaya wkwk). Beli simcard unlimited seharga Vnd 180.000 untuk dipakai berdua jadi masing-masing bayar vnd 90.000.
Ah iya sampai lupa bilang,  dari tadi padahal nyebut ‘kami’, yang berarti ada barengnya dong gak sendirian lagi hahaha. That’s right, ke Vietnam kali ini barengannya dari anggota Backpacker International namanya Mardiah, kuliah di Depok, mahasiswi ilmu Komunikasi(eh bener gak Di?) semester lima yang akan melakukan perjalanan overland start dari Vietnam-Siemrap(Kamboja)-Bangkok- dan kembali ke Jakarta lewat Kuala lumpur. Nah kebetulan dia pernah share rencana perjalanannya di grup jadi kusamakan aja tanggalnya biar ada barengan ke Vietnam karna I was told you sendirian itu gak asyik, serius. Udah kucobain, beneran gak seru, jangan coba2 juga deh.
Kuy lanjut, sampai dimana tadi? Beli simcard? Iyes, setelah beli simcard dan nunggu dipasangin di hape Diah (red: Mardiah), yang konyolnya beberapa jam setelahnya kami baru inget kalau simcard aseli yang sebelumnya sudah nangkring di hape Diah, pas di ganti ke simcard Vietnam, si Diah lupa ngambil simcardnya (Indosat ya Di kartumu itu) si Diah beberapa kali mengguman “emannya paketan indosatku tinggal 2gb” dan aku cuma bisa biang “hikss puk puk Di” wkwkwkw semoga dapet ganti yang lebih baik ya Di.
Hal selanjutnya yang kami pikirkan adalah “tidur dimana?”. Udah pernah baca ulasan dari beberapa blog sih yang mereka bilang di Tan Son nhat international airport ini tidak memiliki spot khusus ‘ngemper’ aka bobo di Bandara sebaik di KLIA2 atau Changi airport. Tapi berhubung pnerbangan kami memang sampe nya pagi buta begini terpaksa harus tidur di tempat seadanya. Dari area kedatangan kami naik ke lantai 2 arah keberangkatan.  Nah untungnya di lantai 2 sebelum escalator menuju area keberangkatan itu kami menemukan area kosong yang cukup luas dan sepi. Disitu kami lihat ada 3 orang( dua orang udah tidur nyenyak, satu orang bule cewe cuma duduk nyender di samping kopernya. Baiklah kita putuskan bobo disitu, nyari tempat mepet-mepet tiang. Gak tau juga itu area apa, sepi, tapi ada beberapa orang yang lewat dan (pasti) noleh ke kami yang lagi siap-siap pasang posisi bobo. Di saat seperti ini skill “bodo amet” sangat amat diperlukan.  Jadi sepanjang otewe tidur di dekat tiang, udah kayak doa aja kurapalin ‘bodo amet’ dalam hati sambil menjaga muka tetap tertutup jilbab. Sialnya, ditengah-tengah hampir terlelap aku ngerasa ada yang mengamati kami berdua cukup lama (entahlah, kalian juga pasti ngerasa kan kalau ada orang yang natap kalian lama tanpa kalian sadari?). Karena penasaran akhirnya ku intip aja, dan tahukah kalian dua mahluk bocah berdiri mematung sekitar jarak 2 meter dari kami, mengamati dengan seksama dua mahluk yang sedang rebahan dideket tiang. Alamaaak bocah kayak gapernah liat orang tidur bae! Btw itu dua bocah masih napak lantai kok (red: manusia) hahaha dan baru melipir setelah orangtua (kayaknya) mereka memanggil di kejauhan. Oke lanjut tidur sambil merapal lagi ‘bodo amet…bodo amet … bodo amet yang penting tidur’ sampai kebangun lagi jam setengah 5 karena alarm.

Info pentingnya lagi, Bandara ini gak ada musholanya L yang otomatis gak ada tempat wudhu/krannya selain wastafel. Boro-boro kran buat wudhu, toilet aja toilet kering, jadi kuakalin botol kosong (sengaja kusimpen buat refiil air minum) kuisi air di wastafel bar ga pake tissue. Wudhunya di wastafel dengan bonus diliatin sama buibu cleaning servis dan beberapa orang yang kebetulan masuk ke toilet. Mereka pasti mikir ‘nih orang lagi olahraga di wastafel kali yak’ ‘bodo amet! yang penting bisa sholat. Sholat subuh di deket tiang pun diliatin orang-orang yang lewat. Kami gentian sholat subuh. Usai sholat Diah ngajakin makan nasi lemak buat sarapan (tadi di peswat do’I dikasih nasi lemak sama buibu Malaysia yang duduk disampingnya) Alhamdulillah rezeki Diah sholeha . See, ga semua orang di dunia ini baik, tapi orang baik emang ada dimana mana.

Abis sarapan kami langsung turun ke lantai dasar, belok kanan sedikit setelah burger king ke arah pool bus menuju pusat kota. Naik bus nomor 152 dengan tariff hanya Vnd 5000 doing, sekitar 3 ribuan lah. Murah! Dan bisnya pun gak ngetem lama, gak sampe 15 menit udah jalan meskipun penumpangnya cuma kami bedua. Bapak kondektur gk mahir bahasa inggris tapi tetep nyapa kami dengan ramah ‘pham ngu lao street’? maksudnya apakah kita akan menuju pham ngu lao street yang memang udah terkenal sebaga area backpacker di Ho chi minh city ‘yes we want to go there’! si bapak nanya lagi : “Indonesian?” iyes bapak” duh seneng deh langsung dikenali sebagai warga Indonesia dalam sekali liat. Stelah bapaknya ngasih kembalian ke aku, aku bilang ‘Cam on’ (ini bahasa Vietnam yang artinya; Terima kasih’) bapaknya senyuum dan mengoreksi : “Xin cam on” maksudnya, lengkapnya itu Xin cam on untuk mengatakan terima kasih. Ini berasa sambutan ramah dari warga Vietnam setelah sempat dikecewakan sama fasilitas bandaranya. Ada buibu lokal juga yang naik di beberapa halte berikutnya dan dengan ramah membalas tersenyum ramah saat kami menyapa dengan cara mengangguk+tersenyum seperti yang biasa dilakukan orang2 Indonesia di pedesaan. Ah senengnya. Sepagi ini sudah ketemu sama orang-orang ramah di negeri orang.
Sampai di pham ngu lao street masih pagi banget sekitar jam setengah 7, dan toko2 masih pada tutup, sebagian mulai buka. Yaudah kami jalan kaki sekalian pemanasan buat jalan hari ini sembari nemenin Diah nyari tiket bus ke Siemreap dan sekaligus nanya2 harga tiket ke Mui ne. Kami mampir ke salah satu travel agent yang penjaganya mbak2 dan kalian tahu? Mbak2nya yang semula ramah berbalik jadi judes setelah tau kita cuma nanya2 gak jadi beli wkwkw seketika aku kok merasa familiar sama cara marahnya si mbak2 ini ya? Ah…di inget2 beberapa saat ternyata marahnya si mbak mirip amet sama marahnya salah satu dosen ter killer di fakultasku dulu. Maapin ya mbk jadi masuk ditulisanku gini hihihi
Sukses kabor menjauh dari jangkauan si mbak2, kami mencari the shin tourist dan futa bus (rekomendasi dari traveller lain) untuk beli tiket ke Mui ne. setelah muter2 dan beberapa kali dibuat puyeng oleh si google maps akhirnya kami nemu the shin tourist dan memutuskan membeli tiket ke Mui ne untuk jam 13.00. saat itu jam setengah 8 dan kami harus datang 30 menit sebelum jadwal bis jadi kami hanya punya waktu sekitar 3 jam untuk berkeliling ke tempat2 di Ho chi minh! Buset superflash! Namanya juga nekat backpacker hahaha

Kantor The shin tourist di sekitaran Pham Ngu Lao street

Karna waktu yang terbatas jadi kita buru2 menuju spot2 mainstream kota Ho chi minh yang biasa didatangi traveller seperti city hall, post office, gereja notre dame (eh bener ga sih nulisnya?), city opera house, benh than market, dan tak lupa mampir masjid. Tempat2 wisata yang kusebutin ini jaraknya berdekatan kalau tidak nyasar. City hall deketan sama city opera house, kalau post office berdekatan sama gerejanya. Dari post office ke city hall sekitar 1 km. sepanjang perjalanan suasannya rindang tapi harus hati2 karna pengendara motor di Vietnam sangar2 kayak di Surabaya, trotoar mah lewat euy! Jalan kaki ga bakal terasa capek kalau ada temennya dan sesekali minum air, capeknya baru bakalan terasa ntaran hahaha. Tenang ada si koyo cabe kok. Dan jangan sepenuhnya ngandelin google maps, bertanya ke orang bakalan lebih akurat. Eh tapi tipsnya usahakan jangan meladeni bapak2 di jalan yang tiba2 nanyain kita mau kemana karna ujung2nya pasti nawarin ngojek atau ngebecak yang  kebanyakan berakhir scam! Kalau ingin bertanya carilah bapak2 berseragam warna hijau lumut di area2 wisata (pasti selalu ada) mereka ini mungkin emang ditugasin khusus di spot2 wisata. Jika belum sampai di tempat wisata dan susah menemukan bapak2 berseragam hijau lumut, bertanyalah ke turis bule, ini jauh lebih aman daripada bapak2 ojek tadi. Dan pula, kebanyakan orang Vietnam tidak mahir bahasa inggris jadi bakalan lebih jelas bertanya ke turis bule yang bisa kalian mengerti petunjuk arahannya dengan jelas.
Kemarin saat kami kebingungan nyari arah city hal setelah dibuat muter2 kayak biji cabe oleh si google maps, akhirnya kami nanya ke turis bule yang berjalan di depan kami, dia ngasih arahan jelas dan baiknya lagi dia ngikhlasin city tour map yang dipegangnya kepada kami biar ga nyasar2 lagi (tapi tetep aja nanti2 kami nyasar ‘lagi’ dulu sebeum ketemu sama city hall) hahaha That’s oke, ‘nyasar’ emang salah satu seninya backpacking yang harus kalian rasakan.
Belum ketemu sama city hall yang keliatan lebih dulu adalah post office dan gereja! Biklah, kita skip dulu city hallnya. Di post office aku membeli beberapa lembar kartu pos titipan orang. Post office ini indah banget gaya arsitekturnya, sejarahnya, yang bangun(arsitek) post office ini adalah orang yang sama dengan yang bangun menara eifell Paris! Masya Allah, semoga bisa ke Paris someday. Di depan post office lagi rame ada yang foto kelulusan gitu pada pake baju tradisional Vietnam yang cewe, lengkap dengan toga.


Ini Diah, Kufotoin candid di depan post office. Izin nempel di blog ku ya Di :D


Suasana di dalam post office

Dari post office kami buka google maps dan ternyata city hallnya udah kita lewatin sebelum sampe ke post office tadi. Jadi kudu balik kalau mau kesana. Karena searah sama tujuan selanjutnya city opera house).Puas cekrak cekrik dan kerasa lelah, liat jarak tujuan selanjutnya (benh than market) sekitar 2 km! tambah berasa jaooohh dengan kondisi kami yang sudah lelah letih tapi belum lunglai ini. Finally mesen grab yang ongkosnya Cuma Vnd 25000 alias Rp 15 ribuan ke Benh than market. Sekalian mau cari makan siang di sekitar Benh than. Ada kejadian lucu(atau konyol?) saat turun dari grab. Ongkosnya kan vnd 25 ribu, aku bayar pake uang lembaran vnd 100rb, si driver ngasih kembalian vnd 75rb dan langsung ku ambil tanpa kuhitung karna buru2 mau turun. Setelah keluar dari mobil baru kuhitung duit kembaliannya dan ditanganku ada duit vnd 175 rebu! Udah kuhitung bolak balik tetep vnd 175rebu. Sadar si driver lebih ngasihnya, kukejar deh mobilnya yang gak terlalu jauh berharap dia bisa liat dari kaca spion samping kalo ada yang teriak2 ngejar di belakang. Karna kulihat mobilnya jalan pelan dan berhenti sekitar 20 meter di depanku akhirnya aku jalan kaki biasa(dikiranya s driver ngelihat aku ngejar2 dan berhenti nungguin), sialnya tiba2 ada buibu yang masuk dan aku baru nyadar itu mobil berhenti bukannya mau nungguin aku tapi mau naikin penumpang! Wkwkwkwk seketika aku lari lagi tapi gak ke kejar. Tiba2 aku ketawa sekaligus panik dan bingung, ketawa karna keinget adegan2 di drama atau sinetron yang scene ngejar orang di dalam mobil yang berjalan pelan tapi si driver gak nyadar ada yang ngejar di belakang! (kukira itu adegan boongan dan receh banget, sekarang malah kualat kena karma ngerasain sendiri adegannya!) ternyata itu based on true story toh hahahaha
Panik gegara bawa duit orang, dan bingung gimana mau balikin ke si driver. Makan siang pho halal di the Daun restaurant bisa sejenak mengalihkan kejadian tadi. Mungkin setelah kenyang bisa mikir gimana caranya balikin duit lebihannya. 

Lokasinya pas di depan Benh than market


Yummiiiii

Daun2nya kagak dimakan karena harum(like as kemangi dan daun mint and i dont like kemangi)

sumpit mah buat gaya2an aja, aselinya mah makan pake garpu padahal hahaha

Usai makan siang lanjut masuk ke Benh than market beli beberapa titipan temen dan beli gantungan kunci buat oleh2.  Ketemu sama penjual cantik yang kocak dan sangat menghibur. Tawar menawarnya multi bahasa, aku pake bahasa inggris campur Indonesia campur Jawa sedikit2, dia balesnya pake bahasa inggris campur Melayu campur Vietnam! Rasain deh lu bingung!
Dari Benh than market kami berjalan kaki cukup jauh untuk menemukan masjid. Setelah ketemu(karna denger suara adzan) rasanya terharu banget pengen nangis bahagia, serius! Di negara minoritas muslim gitu kalian bakalan bahagia se bahagia nya jika menemukan komunitas muslim dan masjid and this is first time for me dan kalian juga harus nyoba ngerasain gimana gambaran rasa bahagianya. Sholat dhuhur di jamak dengan asar di masjid, lalu sejenak istirahat meluruskan kaki untuk persiapan perjalanan selanjutnya yang masih panjang. Jam 11 siang kami memesan grab dari masjid menuju the shin tourist untuk menunggu jadwal keberangkatan bis menuju Mui ne, kota kecil yang memiliki pantai dan gurun yang cantik like as at middle east! Mui ne we’re coming. Untuk yang sudah membaca cerita perjalanan day 1 di Vietnam: Xin Cam On! day 2 di Mui ne akan segera kutulis dan as usual di bawah ini kucantumkan biaya yang kuhabiskan selama cerita berlangsung di Ho chi minh day 1. Semoga menginspirasi !

Tiket pesawat Kuala lumpur – Ho chi minh = Rp 397.000
Simcard : Vnd 90.000
Bus 152 to pham ngu lao street : Vnd 5000
Grab from city house opera to Benh than market : Vnd 12500
Grab from Masjid  to the shin tourist : Vnd 12500
Air minum : Vnd 4500
Pho halal : Vnd 90.000
Nasi putih : Vnd 25000
Gantungan kunci : Vnd 200.000
Bis from Hcmc to Mui ne : Vnd 99.000

Total Pengeluaran Day 1 : Rp 397000 + Vnd  538.500 (kurs +/- 0.62) = Rp 730.870